32.5 C
Garut
Sabtu, Juli 27, 2024

H Irwan Hendarsyah SE: Nama Perumahan Harus Sejalan dengan Budaya Masyarakatnya

Jangan Lewatkan

LOGIKANEWS.COM – Penyediaan perumahan bagi masyarakat saat ini sedang gencar disosialisasikan oleh pemerintah dengan berbagai programnya. Baik program yang sifatnya bantuan dari pemerintah, maupun program perumahan yang dikelola oleh pihak swasta sebagai bisnis. Pemerintah telah menyediakan program perumahan bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR), dimana dalam program tersebut pemerintah menyediakan bentuk subsidi perumahan bagi masyarakat.

Ketua DKKG, H Irwan Hendarsyah SE.

Dengan program-program pemerintah tersebut dan seiring kebutuhan masyarakat atas penyediaan perumahan yang meningkat, maka tidak heran jika diberbagai daerah saat ini banyak berdiri kawasan perumahan. Baik yang diselenggarakan oleh perusahaan nasional maupun developer/pengembang perumahan swasta. Terutama di daerah yang populasi penduduknya tinggi dengan kesediaan lahan bagi perumahan yang masih tersedia.
Di Kabupaten Garut, fenomena bisnis penyediaan perumahan mulai marak dibangun, bahkan dalam Empat tahun terakhir ini pengembang penyedia perumahan bagai jamur dimusim penghujan. Hal ini dapat terlihat di setiap daerah, di tiap kecamatan di Garut marak berdiri kawasan perumahan baru maupun yang masih dalam proses pembangunan dan perizinannya. Bahkan di satu kecamatan saja ada yang lebih dari 10 kawasan perumahan.
Dengan banyaknya kawasan permukiman yang berbentuk perumahan baru tersebut akan berdampak perubahan lingkungan sosial budaya di daerah tersebut, yang kemudian dikhawatirkan akan menggerus etika sosial, kearifan lokal, budaya, adat kebiasaan serta pola komunikasi antar masyarakat yang selama ini telah terbangun di daerah tersebut.
Adalah Irwan Hendrasyah SE. Pria yang biasa disapa Ji One ini mulai menyoroti persoalan pergeseran perubahan budaya yang mulai terjadi di daerah yang marak dengan kawasan perumahan. Menurut Iwan yang kini duduk sebagai Ketua Dewan Kebudayaan Kabupaten Garut (DKKG), dengan terjadinya alih fungsi lahan di sekitar masyarakat.
Melalui hunian perumahan baru, selain dikhawatirkan dapat menggerus budaya lokal yang sebelumnya ada, juga dikhawatirkan penghuni baru yang menempati suatu daerah yang didalamnya ada kawasan perumahan tersebut membawa budaya yang bertentangan dengan masyarakat lokal dan sekitarnya.
“Saya sangat khawatir kultur budaya di daerah lokal tersebut lama kelamaan akan hilang dan tergantikan oleh budaya asing, dan tentunya ini akan merubah budaya. Bayangkan jika perubahan itu sama masifnya dengan pengembangan perumahan, maka disana juga kekhawatiran perubahan budaya masyarakat Kabupaten Garut bergeser,” ujarnya.
Ji One menambahkan, selama ini kultur masyarakat Garut dikenal dengan julukan kota santri, etika, keramahan dan kebersamaan antar masyarakat yang sangat baik. Budaya ini jangan sampai tergeser oleh budaya yang datang dari luar. Terutama budaya yang tidak baik dan tidak dapat diterima masyarakat sekitar. “Perkembangan perumahan harus bisa menjaga budaya lokal,” kata Iwan.
Lanjut Iwan, saat ini sudah sangat mendesak akan adanya sebuah regulasi di Kabupaten Garut yang mengatur budaya dan norma terkait hal itu. Salah satu contohnya, Kabupaten Garut diharapkan membuat Perda atau bupati membuat Perbup (peraturan bupati) yang mengatur nama kawasan perumahan harus sesuai dengan nama, ciri khas ataupun tokoh daerah setempat.
“Hal itu untuk mengakomodir dan menghormati budaya setempat. Kabupaten Garut perlu regulasi terkait penamaan jalan di lingkungan perumahan tersebut yang bertujuan terciptanya kemudahan mendapatkan informasi atas fasilitas sumber daya lokal Garut. Terwujudnya aspek estetika lingkungan yang indah, seragam dan serasi serta menyediakan sarana untuk mendapatkan informasi dan berkomunikasi,” katanya.
Dan yang tidak kalah penting, ujar Ji One, adalah terwujudnya masyarakat yang mengenal dan menghargai para pahlawan dan para pejuang serta tokoh masyarakat berikut potensi daerahnya. Untuk itu, pihaknya mengusulkan agar jalan atau gang yang berada di dalam wilayah Ibu kota Kabupaten atau di luar Ibu kota Kabupaten, komplek perumahan, komplek industry, komplek kesatrian (komplek militer/Kepolisian/Instansi/Lembaga) dapat digunakan dari nama pahlawan tingkat lokal, tokoh agama, tokoh pendidikan, flora dan fauna, kekayaan alam atau khazanah sosial budaya lokal. “Karena nama itu adalah cerminan awal dalam langkah berbudaya,” papar Ji One.
Untuk saat ini, sebelum adanya regulasi, diharapkan penggunaan nama asing atau yang berunsur kebarat-baratan harus dihilangkan dan diganti oleh nama daerahnya sendiri, ataupun nama yang berbudaya dari daerah sendiri sebagai ciri khas Budaya Sunda yang ada di Kabupaten Garut. Dengan demikian, setidaknya mampu mennjadi pilar dan filter bagi kelestarian budaya itu sendiri.
“Bagi pemerintah beserta SKPD terkait dan para pengusaha pengembang, diharapkan bisa menjadikan kekuatan untuk melestarikan budaya dengan memberikan nama yang sesuai dengan kultur kearifan lokal daerahnya sendiri,” tandasnya.
Dengan demikian, ambung Ji One, akan terciptanya kawasan yang selalu menjaga budaya, hingga akan lebih terasa suasana Kabupaten Garut yang selalu melestarikan, mengembangkan, memajukan, dalam pemanfaatan budaya di sektor apapun, termasuk pengembangan perumahan. Memang ada istilah “Apalah Arti Sebuah Nama”, tetapi nama itu mengandung arti. “Maka budayakan sebuah nama dengan nama yang berbudaya,” pungkasnya. (Ridwan Arief).

- Advertisement -

More articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisement -

Warta Terkini