WARTASATU.CO , GARUT – Sejak diungkap ke publik pada medio Maret 2019 oleh Kepala Kejaksaan Negeri Garut (Kajari) Azwar, hingga kini kasus BOP dan Pokok-pokok pikiran (Pokir) DPRD Garut yang disertai dugaan pelanggaran hukum pidana korupsi masih bergulir.
Meskipun, saat ini pihak Kejari yang di komandoi Sugeng Hariadi tidak sering mengungkap perkembangan ke publik dengan alasan tidak ingin ada kegaduhan.
Namun, lamanya proses kasus BOP dan Pokir DPRD yang ditangani Kejari Garut, dan minimnya informasi perkembangan kasus itu, membuat masyarakat bertanya-tanya terkait perkembangannya.
Apakah kasus tersebut terhenti atau dihentikan ataukah Kejari Garut masih melakukan kerja penyelidikan, penyidikan seperti yang diungkapkan salah seorang komponen masyarakat dari Garut Governance Watch (GGW), Kamis (14/01/2020).
“Minimnya informasi dari Kejari terkait perkembangan kasus BOP dan Pokir DPRD Garut, yang katanya penyelidikannya terhadap tahun anggaran 2014-2019, membuat kita bertanya-tanya,” kata Agus Sugandhi.
“Apakah kasus tersebut terhenti atau dihentikan, ataukah Kejari Garut masih melakukan kerja penyelidikan, penyidikan, dan perkembangannya sudah sejauh mana. Rasanya publik berhak tahu terkait perkembangan kasus tersebut,” ujar Koordinator GGW.
Jika kasus tersebut terlalu lama ditangani tanpa kejelasan kepastian hukum, dikhawatirkan akan membuka ruang untuk pihak oknum tertentu bernegosiasi, dan aparat penyelidik pun dikhawatirkan semakin sulit mengungkap, karena waktu yang menguap terlalu lama, terang pria yang karib disapa Mas Gandhi.
Untuk itu, koordinator GGW meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan kewenangannya sesuai dengan Perpres 102 tahun 2020 tentang Pelaksanaan Supervisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
Dimana dalam Perpres 102 yang ditandatangani Presiden pada 20 Oktober 2020 tersebut diatur kewenangan KPK untuk lakukan supervisi pada aparat penegak hukum yang menangani perkara kasus korupsi.
Selain melakukan supervisi, dalam Perpres 102, KPK juga berwenang melakukan pengawasan, penelitian atau penelaahan, dan mengambil alih perkara Korupsi.
“Dengan lamanya penanganan perkara kasus BOP dan Pokir DPRD Garut, saya minta KPK melakukan kewenangannya sesuai Perpres 102 Tahun 2020, yakni melakukan supervisi, pengawasan, penelitian atau penelaahan terkait kasus tersebut. Apabila diperlukan, silahkan KPK ambil alih perkara ini,” ujar Agus Sugandhi Koordinator GGW.
Dikhawatirkan juga, sambung Agus Sugandhi, semakin lama bergulir tanpa kejelasan, perkara yang sedang ditangani Kejari inipun tidak membuat efek jera. Karena, Pokir DPRD ini ada tiap tahun, hasil implementasi reses anggota DPRD.
Dengan demikian, tidak menutup kemungkinan kasus Pokir setelah 2014-2019 kembali terulang.
“Semakin lama kasus ini diselesaikan, semakin membuka peluang pelanggaran serupa pada Pokir tahun-tahun berikutnya, karena tidak adanya efek jera. Dan kemungkinan pelanggarannya bisa segera dicari celah untuk diantisipasi dengan modus dan permainan yang berbeda oleh oknum tertentu,” beber koordinator GGW.
Koordinator GGW juga berharap, agar Kejaksaan jangan gentar menghadapi tekanan-tekanan politis maupun dari orang-orang yang memanfaatkan celah, terutama adanya pendekatan secara persuasif, yang dilakukan oknum-oknum yang ingin menghentikan kasus tersebut. (Ridwan)