WARTASATU.CO , GARUT – Dana Bonus Produksi Panas Bumi adalah dana yang diwajibkan oleh negara kepada perusahaan Geothermal untuk dibayarkan ke kas pemerintah daerah wilayah kerja produksi (WKP).
Hal ini berbeda, baik skala perhitungan maupun tatacara dengan dana bagi hasil (DBH) maupun dana Corporate Sosial Responsibility (CRS) perusahaan.
Dana Bonus Produksi Panas Bumi aplikasi negara yang sesuai dengan amanat dari pasal 53 Undang-Undang (UU) nomor 21 tahun 2014 yang dituangkan dalam Peraturan pemerintah Nomor 28 Tahun 2016 tentang Besaran dan Tata Cara Pemberian Bonus Produksi Panas Bumi, yang diatur lebih jelas dalam Permen ESDM Nomor 23 Tahun 2017 tentang tatacara rekonsiliasi, penyetoran dan pelaporan bonus produksi panas bumi.
Besaran jumlah yang wajib dibayarkan perusahaan pengembang panas bumi (Geothermal) setiap tahunnya berbeda. Karena, penentuan kewajiban dana bonus produksi ini dihitung sesuai dengan keberhasilan besaran produksi masing-masing periode (triwulan) perusahaan pengembang panas bumi itu sendiri.
Berdasarkan Permen ESDM 23/2017 ini, pengembang panas bumi dikenakan sebesar 1 % dari pendapatan kotor penjualan uap panas bumi, sedangkan untuk penjualan listrik dikenakan sebesar 0,5 % dari pendapatan kotor.
Sebelum dilakukan penetapan bonus produksi, terlebih dahulu dilakukan rekonsiliasi untuk menghitung presentase Daerah Penghasil, berdasarkan parameter dan bobot penilaian, dan hasilnya ditetapkan dalam Surat Keputusan Menteri ESDM c.q. Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi (Dirjen EBTKE).
Pengusaha panas bumi langsung menyetorkan bonus produksi yang telah ditetapkan kepada rekening kas umum Daerah Penghasil, dan melaporkan bukti setor bonus produksi kepada Kementerian ESDM dan Bupati/Walikota Daerah Penghasil. Akan ada sanksi bagi pengusaha panas bumi yang tidak menyetorkan bonus produksi.
Penerapan sanksi bagi pengusaha panas bumi yang tidak menyetorkan bonus produksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 dan Pasal 17 Permen ESDM Nomor 23 Tahun 2017.
Bahkan, bukan hanya tidak menyetorkan dana bonus produksi, bagi perusahaan yang terlambat menyetor pun dikenai sanksi. Bahkan, sanksi tegas hingga penutupan ijin operasi perusahaan panas bumi pun telah diatur dalam pasal tersebut.
Pengaturan tersebut diharapkan dapat memberikan jaminan hukum bagi daerah penghasil, supaya dapat lebih merasakan manfaat dari kegiatan pengusahaan panas bumi, khususnya Pemda tingkat II.
Lebih dari itu, pengaturan tersebut diharapkan dapat memberikan peluang sebesar-besarnya bagi masyarakat sekitar. Sehingga, meningkatkan taraf hidup masyarakat lokal.
Diketahui, didalam wilayah Kabupaten Garut terdapat tiga lokasi, yang saat ini pemanfaatannya dikelola perusahaan panas bumi (Geothermal). Diantaranya di wilayah Kamojang yang dikelola oleh PT. Pertamina Geothermal Energy (PGE), Darajat Pasirwangi yang dikelola oleh PT. Star Energy Geothermal dan Karaha Bodas yang juga dikelola oleh PT. Pertamina Geothermal Energy (PGE). (Ridwan Arief)