WARTASATU.CO , GARUT – Setelah sebelumnya Indra Kristian selaku Komandan Koti Mahatidana Ormas Pemuda Pancasila (PP) Garut berpendapat jika anggaran dana bantuan Propinsi (Banprov) dari Pemerintah Propinsi Jawa Barat ke Kabupaten Garut untuk Diawasi ketat dan diharapkan dihentikan pengalokasian pada tahun 2021 mendatang. Kini, giliran Rawink Rantik pemerhati kebijakan publik menyuarakan hal yang sama.
Dikatakan Rawink, ia sepakat dengan pendapat Dankoti Pemuda Pancasila Garut.
“Saya sepakat dengan apa yang dikatakan Pak Indra, selaku Dankoti Pemida Pancasila pada media,” kata Rawink
Pasalnya, selain dugaan jual beli proyek program Banprov, isu bagi-bagi jatah proyek bagi rekan, kerabat dan balas jasa pada pengusaha dari oknum yang diduga anggota legislatif pun muncul kepermukaan.
Bahkan, kegiatan yang berasal dari dana Banprov diduga sebagian besarnya dikuasai oleh segelintir oknum pengusaha-pengusaha kapitalis yang bermodal besar, yang biasa disebut bandar anggaran.
Mereka, diduga telah lebih dulu menitipkan uang sebagai tanda jadi (DP), untuk sejumlah kegiatan dalam alokasi dana Banprov, terang Rawink.
Informasi yang disampaikan dari rekan-rekan pengusaha rekanan/mitra pelaksana proyek dari dana APBD/APBN yang diterimanya, jika ingin dapat kesempatan melaksanakan atau jadi mitra (pemborong) pekerjaan pada tahun depan.
Maka, jauh hari menjelang paripurna anggaran di tahun ini untuk pengetukan palu anggaran tahun depan, oknum pengusaha (bandar) sudah mulai beli usungan pekerjaan (indent), untuk paket pekerjaan di tahun anggaran tahun depan kepada sejumlah oknum yang diduga anggota legislatif. Dengan cara memberikan sejumlah nominal untuk uang muka (DP) proyek pekerjaan/program, ungkap Rawink.
Besarnya modal pembelian, tergantung dari besar kecilnya nominal paket pekerjaan yang diharapkan oleh oknum pengusaha (bandar) tersebut.
Informasi dari teman-teman yang jadi pengusaha rekanan pemerintah, dugaan jual beli paket proyek pekerjaannya sangat kental. Usungan pekerjaan dari Banprov oleh bandar dengan sistem DP dalam pembelian paket, angka nya variatif.
“Ada indikasi untuk uang muka (DP) di angka 5 persen sampai 7 persen, setelah muncul Peraturan Gubernur (Pergub) terkait alokasi dan judul program Banprov, baru mereka melunasi.
Yakni, yang tadinya DP 5 persen tambah 2 persen, hingga harga pembelian paketnya jadi 7 persen. Dan, yang DP nya 7 persen tambah 3 persen hingga menjadi harga pembeliannya 10 persen dari pagu anggaran program/pekerjaan,” jelas Rawink.
“Lantas dilapangan di duga proyek tersebut perjualbelikan dengan kisaran angka 15 persen sampai 17 dari pagu anggaran,” imbuh Rawink Rantik.
Untuk menguji dugaan itu benar atau tidak, maka diharapkan pihak inspektorat maupun aparat penegak hukum proaktif melakukan penyelidikan, maupun pemeriksaan khusus (Riksus) pada sejumlah program/pekerjaan yang bersumber dari Banprov.
Hal Itu penting dilakukan, guna dijadikan sampling, dan itu akan dapat diketahui dari volume maupun kualitas pekerjaan yang tidak semestinya, atau tidak sesuai spesifikasi dalam RAB (Rincian Anggaran Biaya) pekerjaan tersebut, beber pria plontos berjanggut.
“Saya khawatir jika dugaan penyimpangan anggaran Banprov, ataupun penguasaan sejumlah pengusaha besar (bandar anggaran kegiatan) terhadap program kegiatan dari anggaran Banprov benar adanya. Jika dugaan itu benar, maka bisa saja muncul kasus APBD Gate Propinsi Jabar,” ucap Rawink.
“Dan pastinya, jika dugaan itu terbukti, maka masyarakat penerima manfaat lah yang akan sangat dirugikan,” pungkas Rawink Rantik. (Ra)