WARTASATU.CO , GARUT – Ramainya permasalahan pembangunan jalan poros tengah yang menghubungkan wilayah Cilawu dan wilayah Banjarwangi berujung pada aksi unjuk rasa di gedung DPRD Kabupaten Garut. Ratusan massa yang didominasi para pegiat lingkungan tersebut meneriakan suara aspirasi dan membawa serta karton-karton tulisan yang bernada kritis terhadap pemerintahan Kabupaten Garut.
Rawink Rantik, salah satu komponen peserta aksi menyatakan, kehadirannya pada aksi ini sebagai wujud kepedulian terhadap lingkungan yang saat ini tengah dirusak. Selain perusakan lingkungan dan ekosistemnya, pihaknya menduga adanya persekongkolan dalam penerapan anggaran pada rencana pembangunan jalan poros tengah tersebut.
Dikatakan Rawink, seharusnya, sebelum membangun, Pemda terlebih dahulu melakukan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS). Selain itu, Pemkab Garut juga harus memiliki DED (Detail Engineering Design). “Setelah itu dikakukan Studi Kelayakan atay feasibility study (FS) dan dilengkapi AMDAL serta ijin pinjam pakai kawasan dari Perhutani,” kata Rawink Rantik.
Rawink menyayangkan sikap Pemkab Garut bekerja serampangan dan diduga kuat berani melabrak aturan yang ada. “Kok sekelas pemerintahan kabupaten bekerja seperti ini. Tanpa DED, kajian lingkungan dan administrasi yang baik. Padahal kan mereka pengambil kebijakan itu levelnya eselon II. Bupati juga terkesan asal-asalan, jangan hanya karena ingin adanya akselerasi pembangunan, lalu mengabaikan administrasi, tatacara yang dipersyaratkan oleh aturan,” ujarnta
“Sebagai bentuk pertanggung jawaban, Rudy Gunawan harus mundur sebagai Bupati Garut dengan adanya persoalan ini,” cetus Rawink.
Selain pihak eksekutif, Rawink juga menyoroti kinerja DPRD Garut pada fungsi anggaran dan pengawasannya, yang seolah-olah telah gagal dalam mengantisipasi permasalahan jalan poros tengah Cilawu – Banjarwangi.
“DPRD Garut kecolongan dalam persoalan ini. Selain Bupati Garut harus mundur, DPRD dalam hal ini banggar (badan anggaran) juga mesti bertanggung jawab atas persetujuan program tersebut yang sudah dituangkan dalam APBD Tahun Anggaran 2020,” tegasnya.
Kini, harapan penyelesaian permasalahan ini ada di aparat penegak hukum (APH). Adalah PR (pekerjaan rumah) bagi rekan-rekan APH dalam menyelesaikan persoalan ini, karena ini kuat diduga telah dilakukannya pelanggaran hukum oleh pihak eksekutif selaku penyelenggara kegiatan. Keseriusan aparat penegak hukum dalam menuntaskan permasalahan ini akan sangat dinanti oleh masyarakat.
“Kami pastikan, dukungan masyarakat Garut untuk rekan-rekan aparat penegak hukum dalam menuntaskan permasalahan ini,” pungkas Rantik. (Ra)