WARTASATU.CO , GARUT – Bupati Garut Rudy Gunawan menegur bawahannya terkait belum adanya Analisa Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) dan ijin pinjam pakai kawasan perhutani pada pembangunan jalan poros tengah Cilawu Banjarwangi.
Sebelumnya, bupati juga mengutarakan kekecewaannya kepada Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), terkait Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kabupaten Garut yang masih menempati ranking ketiga terbawah di Jawa Barat, pada hari jadi garut yang ke 207.
Dalam kesempatan itu, bahkan bupati menyalahkan SKPD yang notabene pembantunya dipemerintahan, dengan pertumbuhan IPM yang melorot dari tahun 2018 yang mencapai angka 1,49 dan sekarang hanya (tahun 2019) hanya 1,22.
Bupati juga menyinggung kenaikan tunjangan kinerja daerah (TKD) bagi kepala dinas, yang sebelumnya hanya sekitar Rp 5 juta, kini bisa mencapai Rp 20 juta lebih. Dengan naiknya TKD, tapi tak sebanding dengan pencapaian kenaikan pertumbuhan IPM, yang justru malah melorot.
Jauh sebelum itu, Bupati Rudy Gunawan pun sempat kecewa kepada sejumlah SKPD, terkait penanganan korban paska banjir bandang garut tahun 2016.
Bahkan, bupati menyatakan ketidak percayaannya kepada SKPD yang menangani persoalan banjir bandang, sehingga membuat bupati turun langsung menangani peraoalan tersebut dan hadir dalam audensi di gedung DPRD dengan sejumlah komponen masyarakat yang kecewa kepada pemkab garut dalam penanganan paska banjir bandang 2016.
Legislator Bicara Reformasi Birokrasi Pemkab Garut
H Dadang Sudrajat S.pd (F Demokrat, Komisi I DPRD)
Terkait dengan reformasi birokrasi ditubuh pemkab garut, H Dadang Sudrajat S.pd legislator partai Demokrat, yang juga anggota Komisi I DPRD Garut, yang membidangi kepegawaian menyatakan pendapatnya.
Dadang berpendapat, reformasi birokrasi di Kabupaten Garut masih belum memenuhi keinginan bupati, dengan seringnya beliau memperingatkan para pejabat karena dari kinerjanya ada yang melahirkan masalah, sehingga wajar kalau bupati kecewa dan memperingatkan, ujar Dadang.
Dikatakan legislator Demokrat, sebenarnya, apabila reformasi birokrasi di Kabupaten Garut dilaksanakan dengan mengacu pada peraturan Pemerintah (PP) RI Nomor 11 tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri sipil.
Kemudian, lebih pada tataran teknis benar-benar melaksanakan Peraturan Menteri PAN RB Nomor 15 tahun 2019 tentang Pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi, akan melahirkan para pejabat yang sesuai dengan kemampuan beban pekerjaannya, katanya.
Lanjut dikatakan legislator dari dapil 4 garut, pada prinsipnya, norma pengelolaan manajamen PNS sudah mengacu pada PP no 11/2017. Tapi, pada pelaksanaannya masih diwarnai muatan politis.
Sehingga kita masih melihat perlakuan yang berbeda, bukan karena prestasi kerja, namun dipengaruhi jaringan kekuatan blok yang ada di birokrasi. Sehingga, dalam pengisian formasi masih belum objektif dalam menjabarkan aspek keterbukaan dan kompetitif dikalangan PNS, sesuai yang diamanatkan PP 11 tahun 2017 paragraf ketiga pasal 110 tentang tatacara pengisian dan pengangkatan jabatan pimpinan tinggi, jelas Dadang Sudrajat.
Sebetulnya, komisi I DPRD Garut sering mengingatkan Sekretaris Daerah (sekda) dan Badan Kepegawaian dan Diklat (BKD), agar bisa keluar dari muatan politis dalam mengelola ASN. Harus benar-benar mengacu pada prinsif keterbukaan yang kompetitif dalam pengisian jabatan, dengan berani membuka ke publik pada tahapan rekruitmen, sehingga menghasilkan pejabat ASN yang profesional pada jabatannya, pungkas politisi Bintang Mercy.
Deden Sopian S.HI (Legislator senior partai Golkar)
Deden Sopian SH.I, ketua Fraksi Golkar yang juga anggota Komisi I yang membidangi kepegawaian menyatakan pendapatnya terkait reformasi birokrasi yang berlangsung di Pemerintah Kabupaten (pemkab) Garut saat ini.
Dikatakan Deden, Pemerintah melalui Badan Kepegawaian Nasional (BKN) dan Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN), telah menetapkan aturan juklak dan juknisnya. Dimana salah satunya mensyaratkan open bidding dan assesment, guna menguji kemampuan kapasitas dan kapabilitas si calon pejabat, kata Kang Deden.
Bupati sebagai pembina kepegawaian sangat menentukan tentang pengangkatan pembantu untuk merealisasikan programnya. Bilamana salah mengangkat atau tidak sesuai dengan kapasitasnya, maka akan berdampak pada realisasi capaian programnya yang telah dicanangkan, ujar Deden Sopian.
Lanjut dikatakan ketua Fraksi Golkar, jangan salahkan bila ada kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang tidak mampu merealisasikan programnya, karena bupati sendiri yang mengangkat berdasarkan tes yang telah dilalui.
Untuk itu, bupati diharap cerdas dan kreatif dalam melaksanakan reformasi birokrasi, karena sebagai penentu untuk membawa garut ke arah yang bertaqwa, maju dan sejahtera.
“Sebentar lagi ada sekitar tiga kepala SKPD yang akan kosong karena pensiun, maka berhati hatilah dalam pengisiannya.” Tentunya suatu daerah yang ingin maju harus dimulai dari reformasi birokrasi, terutama dilevel pimpinan yang memegang kebijakan sebagai kepala institusi, pungkas ketua Fraksi Golkar Garut.
Aktifis Pergerakan Bicara Reformasi Birokrasi
Lukamnul Hakim (Komponen KMB)
Dengan seringnya bupati mengumbar kekecewaan dan teguran terhadap pembantunya, membuat Lukmanul Hakim angkat bicara. Salah seorang komponen Koalisi Masyarakat Bersatu (KMB) itu menyatakan, reformasi birokrasi yang dilakukan oleh Pemkab Garut melalui berbagai jilid rotasi mutasi PNS (pegawai negeri sipil) atau ASN (aparatur sipil negara) oleh bupati Rudy Gunawan dinilai telah gagal.
Itu mencerminkan bahwa Pemda gagal dalam melaksanakan reformasi birokrasi dalam hal rotasi mutasi pegawai. Semangat reformasi birokrasi, pada dasarnya harus ada peningkatan kinerja dan kualitas pelayanan publik yang lebih baik. “Tidak boleh penilaian calon pejabat tinggi pratama didasarkan kepada pertimbangan balas jasa atau balas budi ataupun balas dendam,” kata Lukman.
Lanjut dikatakan Lukman, dalam implementasi reformasi birokrasi, pemda harus membuat Road Map. Diketahui, pada tahun 2019 ada anggaran reformasi birokrasi yang terdapat di Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) sebesar Rp 400 juta.
Dengan anggaran tersebut, pemda seharusnya sudah punya Road Map tentang reformasi birokrasi. Tetapi nyatanya angaran habis dan Road Map belum ada, ujar Lukamanul Hakim.
Yogi Iskandar (Ketua LSM SIDIK DPC Garut)
Senada dengan Lukman, Yogi Iskandar ketua LSM SIDIK DPC Garut menyatakan, reformasi birokrasi ditubuh pemkab garut dengan rotasi mutasi besar-besaran dan berjilid-jilid oleh bupati Rudy Gunawan dinilai gagal.
Dikatakan Yogi, rotasi mutasi serta pengangkatan kepala SKPD hasil open bidding yang kurang transfaran hanya menghasilkan teguran bupati ke staff nya dan berujung pada kekecewaan bupati atas kinerja para pembantunya itu, kata Yogi
Sebenarnya bupati tak perlu kecewa, karena yang memilih dan mengangkat pejabat yang menjadi pembantunya itu kan bupati sendiri. Ketika bupati menegur atau kecewa dengan kinerja para bawahannya, bupati harus introspeksi kedalam dan membuat perbaikan-perbaikan yang sistematis.
Yogi berharap agar tidak ada perpecahan pada birokrasi di garut. “Demi pelayanan terhadap masyarakat, jangan ada perpecahan dan perselingkuhan birokrasi, karena reformasi birokrasi harus berjalan dan tumbuh baik,” pungkas Yogi. (Ra)