WARTASATU.CO , GARUT – Kejaksaan Negeri (Kejari) Garut terus melakukan penyelidikannya terkait dengan dugaan adanya penyimpangan dana anggaran yang ada di tubuh DPRD Kabupaten Garut.
Selain anggaran biaya operasional (BOP), dana anggran pokok-pokok pikiran (pokir) pun ikut di selidiki oleh instansi yang di kepalai oleh Azwar SH MH.
Setelah sembilan bulan lamanya penyelidikan, belakangan ini kejari garut telah menggarap penyelidikannya pada unsur pimpinan DPRD Garut periode 2014-2019.
Yang terbaru, Jumat 13 Desember 2019, Ade Ginanjar selaku ketua DPRD Garut periode 2014-2019 telah menghadap penyelidik di kejari garut, guna menjawab berbagai pertanyaan dari petugas di kejari.
Menanggapi persoalan pokir DPRD Garut yang diduga ada penyimpangan dan saat ini sedang digarap kejari garut, Rawinks Rantik koordinator Forum Masyarakat Peduli Garut (FMPG) menyatakan, sebenarnya istilah pokir ini tercantum pada Pasal 55 huruf (a) Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2010, menjadi salah satu tugas Badan Anggaran (Banggar) DPRD, “memberikan saran dan pendapat berupa pokok-pokok pikiran DPRD kepada kepala daerah dalam mempersiapkan rancangan anggaran pendapatan dan belanja daerah (RAPBD) paling lambat 5 (lima) bulan sebelum ditetapkannya APBD.”
Karena tidak ada ketentuan yang berbunyi ; pemerintah daerah atau kepala daerah atau yang mewakilinya, maka penyampaian pokir disampaikan langsung kepada kepala daerah. Ketua Banggar DPRD sesuai ketentuan merupakan Ketua DPRD, ujar Rawinks.
Lanjut dikatakan Rawinks, gonjang ganjing pokir DPRD yang sampai saat ini masih belum terungkap, tentang siapa yang terlibat dalam dugaan adanya pemufakatan jahat, dalam hal pembagian anggaran yang diduga tidak melalui proses yang seharusnya, kini mulai menemukan titik terang, kata Ketua FMPG ini.
Setelah memakan waktu sembilan bulan bagi kejari garut untuk memeriksa ketua dan anggota DPRD periode 2014-2019 beserta jajaran sekretariat dan pendamping anggota DPRD Garut. Pihaknya menemukan adanya surat permohonan penelaahan pokir dari Bupati Garut Rudy Gunawan, melalui Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) yang di tujukan kepada Ketua DPRD waktu itu. Untuk menyingkatnya, kami menyebutnya “surat pokir”.
Meskipun surat pokir itu menerangkan mekanisme penyusunan Rencana Kegiatan Pemerintah Daerah (RKPD). Namun, surat dengan nomor : 050/251/Bappeda yang terbit pada Januari 2018 inilah yang disinyalir awal dari persoalan yang menjadi polemik, hingga dugaan adanya penyimpangan pada pokir DPRD Garut, jelas Rawinks.
Surat yang ditandatangani Rudy Gunawan selaku Bupati Garut, yang ditujukan kepada Ketua DPRD yang juga ketua Badan Anggaran (Banggar) saat itu, berdasarkan keterangan sejumlah anggota DPRD kepada kami, diduga pada saat itu ketua DPRD tidak menyampaikannya kepada seluruh anggota DPRD.
Namun, lampiran yang memuat rumusan usulan program/kegiatan hasil penelaahan pokir DPRD dan validasi pada surat itu terisi. Dan dikemudian hari disahkan dalam Peraturan Daerah (perda) APBD-P sesuai dengan slot anggaran legislatif yang disepakati bersama eksekutif, beber Rawinks.
Jika dugaan ketua DPRD saat itu tidak menyampaikan surat yang ditandatangani bupati tersebut kepada seluruh anggota DPRD Garut terbukti benar, maka ini merupakan sebuah pelanggaran serius.
Akan ada anggota DPRD yang lainnya yang bisa dikatakan diduga telah dilanggar hak-haknya oleh ketua DPRD. Karena, jelas dalam lampiran surat tersebut memuat kolom yang seharusnya diisi oleh anggota DPRD hasil reses dua tahun sebelumnya.
Pertanyaanya kemudian adalah, jika surat itu tidak disampaikan kepada para anggota DPRD, lalu siapa yang mengisi lampiran surat tersebut pada kolom dua, yang memuat jenis program kegiatan yang diusulkan dalam dokumen hasil reses DPRD tahun n-2 (tahun lalu atau dua tahun sebelum RKPD yang akan disusun), papar Rantik.
Kami, mendorong adanya keberanian dari para anggota DPRD Garut 2014-2019 agar membuka keterangan yang sebenarnya terjadi pada saat itu kepada penyelidik di kejari garut.
Sampai saat ini, kami memberikan apresiasi kinerja dari kejari garut dalam proses penyelidikan dugaan penyimpangan dana anggaran pokir di DPRD Garut.
Meskipun, sudah sembilan bulan lamanya penyelidikan belum selesai dan belum memanggil seluruh anggota DPRD Garut periode 2014-2019 dan kejari garut juga sampai saat ini belum dapat menentukan dugaan ini akan naik ketahap penyidikan ataupun berhenti dipenyelidikan, pungkas pria berjanggut ini. (Ra)