Wartasatu – Di balik keindahan alam dan kearifan lokal yang selalu dibanggakan, Kabupaten Garut menyimpan pekerjaan rumah besar dalam sektor kesehatan.
Hal tersebut diungkapkan anggota DPRD kabupaten Garut dari Fraksi PDI Perjuangan, Yudha Puja Turnawan dalam sebuah ruang diskusi melalui sambungan selulernya, Minggu (11/05/2025).
Hingga Mei 2025, dari 67 Puskesmas yang tersebar di kabupaten ini, hanya 30 yang memiliki fasilitas PONED (Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Dasar).
Padahal, jumlah penduduk Garut telah menembus angka 2,8 juta jiwa. Idealnya, dengan populasi sebesar itu, Garut membutuhkan 112 Puskesmas lengkap dengan fasilitas PONED untuk menjamin keselamatan ibu dan bayi.
Fakta miris ini makin menohok saat angka kematian ibu dan bayi di tahun 2024 dibuka ke publik. Sebanyak 322 bayi meninggal dunia, dan 50 ibu tak selamat usai melahirkan.
Angka ini bukan cuma statistik. Di balik setiap kasus, ada keluarga yang kehilangan, ada masa depan yang direnggut, dan ada harapan yang padam.
“Puskesmas PONED itu bukan kemewahan, tapi kebutuhan dasar. Ini soal nyawa,” ujar Yudha Puja Turnawan
Yudha juga menyoroti ketimpangan distribusi fasilitas kesehatan sebagai penyebab masih tingginya angka kematian ibu dan bayi di Garut.
PONED bukan sekadar ruang bersalin. Ini adalah sistem pelayanan yang siap siaga 24 jam menangani kegawatdaruratan obstetri dan neonatal, mulai dari komplikasi persalinan, perdarahan, preeklampsia, hingga asfiksia pada bayi baru lahir.
Dengan fasilitas dan tenaga medis yang mumpuni, PONED jadi garda terdepan untuk mencegah kematian yang sebenarnya bisa dicegah.
“Namun, fakta di lapangan berbicara lain. Banyak daerah di pelosok Garut yang belum terjangkau layanan ini,” tukas Yudha.
Ketika waktu adalah soal hidup dan mati, jarak menuju Puskesmas PONED bisa jadi musuh mematikan. Inilah mengapa pemerataan fasilitas sangat krusial.
“Jangan Sampai Garut Cuma Punya PONED di PowerPoint. Kita butuh langkah konkret, bukan cuma wacana dan data presentasi,” jelas Yudha.
Yudha memandang, Pemerintah daerah perlu menyiapkan road map serius untuk mengakselerasi pembangunan Puskesmas baru dan upgrading fasilitas yang sudah ada.
Kolaborasi dengan pusat, pelibatan CSR perusahaan lokal, hingga skema insentif untuk tenaga medis di daerah terpencil bisa menjadi bagian dari solusi.
Sebagaimana disampaikan oleh Yuda, tekanan terhadap pemerintah agar memperluas akses layanan PONED terus menguat. Namun pertanyaannya: mau menunggu berapa nyawa lagi melayang baru semua bergerak serius?
“Kalau ibu dan bayi saja enggak bisa kita selamatkan, mau dibawa ke mana arah pembangunan Garut?” tanya Yudha.
Investasi dalam kesehatan menurut Ketua DPC PDIP Garut ini, bukan soal APBD besar atau kecil, tapi soal kemauan dan prioritas.
Garut butuh komitmen untuk menjadikan keselamatan ibu dan bayi sebagai isu utama, bukan hanya pelengkap program-program lain.
“Karena satu hal yang pasti, nyawa manusia tidak boleh jadi angka yang ditoleransi,” pungkas Yudha. (***)