WARTASATU.CO , GARUT – Maraknya badut jalanan menjadi fenomena tersendiri yang mengiringi saat-saat sulit di massa pandemi Covid-19.
Selain kostum badut yang mereka pakai untuk dijalankan sebagai profesi oleh kalangan masyarakat dewasa pada umumnya, tak pelak fenomena inipun seolah menular dan merambah usia belia yang dijadikan profesi dadakan dengan berbagai alasan, mulai dari alasan membantu orang tua maupun untuk uang jajan. Meskipun mereka masih dalam usia produktif belajar.
Fenomena badut jalanan di Kabupaten Garut ini membuat prihatin A. Hafid Aly seorang pemerhati kebijakan publik.
Dikatakan pria yang karib disapa Kang Hafid, jika fenomena badut jalanan yang dilakoni anak usia sekolah yang notabene masuk dalam kategori anak dibawah umur dibiarkan menjamur tanpa adanya perhatian dan kebijakan yang komprehensif, dikhawatirkan akan membuat karakter anak tidak baik.
Bahkan, lebih jauh lagi dapat membuat budaya mengemis atau minta-minta pada diri anak tersebut, dan akan sangat merugikan kehidupan bangsa.
Terlebih dalam pembukaan konstitusi, salah satu peran negara yang diwakili pemerintah dalam hal ini pemerintah daerah adalah salah satunya mencerdaskan kehidupan bangsa.
Untuk itu, Kang Hafid meminta agar pemerintah daerah Kabupaten (Pemkab) Garut serius dalam persoalan ini.
“Sebelumnya, pernah H. Totong selaku Kadisdik Garut melakukan pendekatan pada anak yang jadi badut jalanan disekitar perempatan lampu merah jalan Ahmad Yani pengkolan, dengan memberikan pemahaman dan bingkisan pada anak pelaku badut jalanan, dan itu perlu di apresiasi,” ungkap Kang Hafid.
Namun, upaya tersebut seharusnya dibarengi dengan program yang komprehensif. Nyatanya, setelah kunjungan Kadisdik Garut tersebut, bahkan hingga saat ini masih ada anak usia produktif belajar jadi badut jalanan di lokasi yang sama, ungkap Kang Hafid.
Dalam pengamatan dan hasil investigasinya dilapangan, Kang Hafid menganalisa tiga faktor utama yang dapat segera dilakukan Pemkab garut diantaranya, pertama melakukan pendataan dan pembinaan terhadap orang tua pelaku badut jalanan anak usia sekolah/belajar.
Pembinaan Terhadap Orang Tua Badut Jalanan Anak Dibawah Umur
Ketika Pemkab Garut memiliki data badut jalanan pada anak dibawah umur atau usia produktif belajar, maka Pemkab bisa melakukan pendekatan persuasif pada orang tua anak tersebut.
Dari situ bisa didalami apakah orang tua anak tersebut mengetahui anaknya jadi badut jalanan, bahkan apakah orang tua yang menyuruh si anak, atau inisiatif pribadi anak tersebut, ataukah ada pihak lain yang mendorong dan menyuruh anak menjadi badut jalanan dengan motif ekonomi.
Pendataan dan Pengawasan Pihak Penyewaan Kostum Badut
Selain dari pendataan dan pembinaan kepada orang tua si anak, pemerintah juga sebaiknya melakukan pendataan dan pengawasan kepada pihak yang menyewakan kostum badut. Karena, dari temuan dilapangan jelas anak yang menjadi badut jalanan tidak memiliki kostum sendiri. Namun kostum tersebut ia sewa dari pihak lain.
Pendataan dan pengawasan kepada pihak penyewaan kostum badut ini penting dilakukan, agar mudah bagi pemerintah mengidentifikasi motif penyewaan badut dan memudahkan pembinaan terhadap pihak penyewaan kostum, agar pihak penyewaan kostum badut ini tidak sembarangan memberikan fasilitas kepada anak dibawah umur atau anak produktif sekolah/belajar.
Bahkan pemerintah bisa melakukan pendalaman terhadap penyewaan kostum, apakah mereka aktif mencari anak untuk menyewa kostum badut, agar anak menjadi badut jalanan.
Atau memang seperti apa sehingga anak banyak yang menyewa kostum badut. Karena sewa kostum badut ini relatif mahal bagi anak usia segitu.
Menurut informasi dilapangan kisaran Rp.25 ribu hingga Rp.50 ribu perharinya untuk sewa kostum badut.
Berikan Sanksi dan Tindakan Tegas Jika Ada Indikasi Eksploitasi Anak
Setelah melakukan pendataan, penelitian dan mengetahui motif dari fenomena badut jalanan ini, pemerintah harus maksimal dalam melakukan pembinaan terhadap orang tua dan tempat usaha penyewaan kostum badut, yang nantinya penanganan komprehensif dan tetap lakukan pembinaan persuasif kepada anak.
Supaya nantinya anak kembali ke kehidupannya sebagaimana anak di usianya sama dengan anak-anak sebaya lainnya.
Jika pembinaan terhadap orang tua anak dan pemilik usaha penyewaan kostum badut tidak dapat dilakukan dengan cara persuasif, maka disini pemerintah harus berani tegas dengan memberikan sanksi sesuai regulasi.
“Pemberian sanksi sesuai dengan regulasi bisa dilakukan pemerintah, jika orang tua anak atau pihak penyewaan kostum, atau bahkan nantinya ditemukan pihak lain yang dengan sengaja mengeksploitasi anak untuk motif tertentu sudah tidak dapat di bina secara persuasif oleh pemerintah,” ujar Kang Hafid.
“Patut diingat, bahwa di negara kita saat ini ada regulasi perlindungan anak dan tindakan yang melindungi anak dari tindak kekerasan maupun melindungi anak dari perbuatan-perbuatan human traficking,” tegas Kang Hafid. (Ridwan)