Wartasatu – Ekonomi desa sedang jadi spotlight di Jawa Barat. Anggota Komisi II DPRD Jabar, Dede Kusdinar, bikin gebrakan bareng perangkat PPDI Garut.
Topiknya? Kolaborasi BUMDes dan Koperasi Merah Putih untuk topang program nasional Makan Bergizi Gratis (MBGG). Diskusi ini digelar Kamis (12/06/2025), dan resonansinya gede banget.
Dede nggak sekadar legislatif, dia orang desa tulen. Berawal dari Koperasi Sasakadana di Garut, lanjut jadi Kepala Desa Pangauban di Cisurupan, lalu Ketua APDESI kabupaten dan provinsi sebelum akhirnya duduk di DPRD Jabar.
Kader Gerindra ini memang berbasis akar rumput dan paham banget tantangan desa.
Dede juga ikut mengawal lahirnya Undang‑Undang Desa. Sejak 2009, perangkat desa dan tokoh seperti Prabowo Subianto, Prio Budi Santoso, serta Budiman Sudjatmiko, jadi motor perjuangan untuk UU Desa yang akhirnya sah lewat pada 2014—walau implementasinya baru jalan saat era Jokowi.
Dede punya visi keren: bikin sirkuit ekonomi lokal yang solid. Modelnya:
Hulu
- BUMDes kelola lahan desa (pertanian, peternakan), hasilnya jadi bahan baku MBGG.
- Koperasi Merah Putih bertindak sebagai agregator, grading, dan pengemasan bahan sesuai standar nutrisi.
Hilir
- BUMDes punya dapur atau fasilitas olahan, jadi makanan siap saji.
- Koperasi distribusi ke sekolah, posyandu via sistem katering, praktis dan tepat sasaran.
- Sepanjang rantai ini, tenaga kerja lokal terserap: petani, juru masak, kurir, dan operator distribusi.
MBGG Terpadu, Banyak Gebrakan, Sedikit Kebocoran
Apa untungnya?
- BUMDes dan Koperasi jadi penyalur bahan lokal yang bergizi.
- Ketahanan pangan lokal makin kuat, kurangi impor dari luar.
- Lapangan kerja meningkat, uang muter di desa (multiplier effect).
- Generasi sehat lewat nutrisi yang berimbang.
Dede yakin, ini solusi win-win: desa mandiri, ekonomi bergerak, anak pun sehat.
- Pra-MBGG: Mapping kebutuhan, sumber daya desa, kapasitas koperasi.
- Buat pedoman: Kolaborasi kementerian (Kemendes PDTT, Kemenkes, Kemenkop UKM) untuk SOP nutrisi, pengadaan, pengolahan, distribusi, pelaporan.
- Stok awal: Training GAP/GHP, sediakan modal lewat Dana Desa, KUR, atau CSR.
- Produksi dan Pengadaan: Koperasi dan BUMDes produksi harian sesuai kebutuhan MBGG.
- Pengolahan dan Distribusi: Olahan higienis diproses desa, dikirim ke titik distribusi—semua tercatat rapi.
- Monitoring dan Evaluasi: Laporan berkala diverifikasi, pembayaran sesuai output, evaluasi gizi dan ekonomi lokal.
- Payment flow: Dana mengalir efisien dari negara ke BUMDes/Koperasi ke penyedia lokal dan pekerja.
Why This Matters bagi Desa
- Kemandirian pangan dari desa sendiri.
- Mandiri ekonomi, nggak tergantung pasar eksternal.
- Nilai tambah lokal, dari produksi hingga distribusi.
- Kerjasama sektor publik–privat–masyarakat makin solid.
Inisiasi ini selaras dengan InPres 9/2025 yang mendorong 80.000 Koperasi Desa Merah Putih di Indonesia. Garut bahkan jadi lokus percontohan, sekaligus dipersiapkan lewat PP No. 7/2021 dan UU 25/1992 untuk memberi fondasi hukum dan kelembagaan yang kuat.
Dede Kusdinar optimis, model ini bisa jadi blueprint bagi desa lain di Jabar dan nasional. Idealnya, program MBGG bukan hanya soal makan gratis, tapi tentang ekonomi desa yang hidup, ketahanan pangan nyata, dan kesejahteraan yang merata.
Dalam visi Gen-Z yang vokal dan progresif: semua bergerak, semua menang. Desa bukan tempat ditinggalkan—tapi jadi pionir masa depan. (***)