PDAM Bukan Panggung Politik! GPMPB Garut Teriakkan Tolak Direksi Titipan Tim Sukses

oleh
oleh
Taopik Rofi Nugraha

Wartasatu – Aura panas menjelang Pilkada sepertinya belum benar-benar reda, tapi yang bikin heboh bukan lagi soal perebutan kursi kepala daerah, melainkan isu yang menyentil urat nadi profesionalisme: pergantian direksi di tubuh Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), khususnya di PDAM Garut.

Isunya? Konon, pemerintah daerah tengah menyiapkan “orang dalam”, seseorang yang disebut-sebut punya afiliasi kuat dengan partai politik dan bahkan menjadi bagian dari tim sukses di Pilkada sebelumnya.

Dan kabar inilah yang bikin Gerakan Pemuda Mahasiswa Peduli Bangsa (GPMPB) angkat suara lantang. Ketua Umum GPMPB, Taopik Rofi Nugraha, dengan tegas menyatakan penolakan terhadap segala bentuk titipan politik di tubuh BUMD.

Menurutnya, jika benar ada upaya menempatkan tokoh partai atau eks tim sukses di kursi panas direktur PDAM, maka hal itu adalah tamparan telak terhadap semangat reformasi birokrasi dan prinsip good governance yang selama ini diperjuangkan.

“Ini bukan tentang siapa orangnya. Ini tentang menjaga integritas lembaga publik dari jeratan politik balas budi,” tegas Taopik dalam keterangannya kepada media, Selasa (06/05).

BUMD, Lini Strategis, Bukan Warisan Politik

BUMD, kata Taopik, punya peran vital dalam menyokong Pendapatan Asli Daerah (PAD). Mereka adalah garda depan pelayanan publik yang harus dikelola oleh tangan-tangan profesional, bukan oleh mereka yang sekadar punya akses politik atau modal elektoral.

Apalagi PDAM, Perusahaan Daerah Air Minum, merupakan penyedia layanan publik paling krusial: air bersih. Jika direksinya diisi oleh orang-orang yang masuk bukan karena kompetensi, tapi karena kedekatan politik, dampaknya bukan cuma soal internal perusahaan, tapi bisa berdampak langsung ke kualitas hidup masyarakat.

“PDAM itu bukan panggung politik. Ini urusan hajat hidup orang banyak. Jangan main-main,” ujar Taopik.

Baca Juga :  Satpol PP, Disdamkar dan Disparbud Bersihkan Eceng Gondok di Situ Bagendit

Aturan Jelas, Kenapa Masih Dilanggar?

Penolakan keras GPMPB bukan tanpa dasar. Taopik mengutip langsung Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 54 Tahun 2017 tentang BUMD, khususnya Pasal 57, yang menyatakan bahwa calon anggota direksi BUMD tidak boleh menjadi pengurus partai politik.

Tak hanya itu, Permendagri Nomor 37 Tahun 2018 juga mempertegas pentingnya rekam jejak profesional, kompetensi, dan integritas sebagai syarat mutlak bagi calon direksi.

Dan yang tak kalah penting, prinsip Tata Kelola Perusahaan yang Baik (Good Corporate Governance): independensi, akuntabilitas, dan transparansi. Semua itu akan langsung runtuh jika jabatan direksi dijadikan hadiah politik pasca Pilkada.

DPRD dan Rakyat Diminta Tak Diam

GPMPB tidak hanya melempar pernyataan. Mereka menyerukan aksi nyata. Pemerintah Kabupaten Garut diminta untuk tidak menyalahgunakan wewenangnya demi kepentingan politik jangka pendek.

Sementara DPRD Garut juga didorong untuk tidak hanya jadi penonton, tetapi aktif mengawasi proses seleksi direksi agar bebas dari intervensi.

Lebih jauh, Taopik mengajak seluruh elemen masyarakat sipil untuk ikut terlibat dalam proses pengawalan ini. Transparansi, kata dia, adalah hak rakyat. Dan rakyat berhak tahu siapa yang bakal memimpin perusahaan daerah yang mengatur air minum mereka.

“Kami ingin proses seleksi ini terbuka, fair, dan berdasarkan kompetensi. Jangan lagi ada orang yang naik jabatan karena kedekatan, bukan karena keahlian,” tegasnya.

Jabatan Direksi Bukan Lahan Balas Budi

GPMPB tidak menolak individu. Yang ditolak adalah praktik busuk yang kerap mengiringi proses seleksi di balik meja.

Menurut Taopik, jabatan di BUMD harus steril dari kepentingan politik, apalagi jika yang diangkat adalah eks tim sukses yang justru rawan menyalahgunakan jabatan untuk kepentingan pribadi atau kelompok.

Baca Juga :  Dari Garut ke Panggung Nasional, Prof. KH Anwar Musaddad, Sang Arsitek Pendidikan Islam Modern Indonesia

“BUMD itu milik rakyat. Bukan panggung politik, bukan juga lahan balas budi. Kami berdiri di depan untuk memastikan integritas dan profesionalisme tetap jadi fondasi utama PDAM Garut ke depan,” tukasnya.

Di era ketika integritas publik diuji oleh dinamika politik lokal, suara GPMPB patut jadi perhatian. Tak sedikit BUMD di daerah lain yang terpuruk karena salah pilih nakhoda.

Kini, saat Garut berada di simpang jalan, pilihan ada di tangan kepala daerah: melanjutkan praktik lama, atau membuat gebrakan baru dengan menempatkan profesional sejati di kursi direksi.

“Kalau PDAM dikelola dengan baik, semua bisa merasakan manfaatnya. Tapi kalau justru dijadikan alat politik? Siap-siap, krisis kepercayaan bakal jadi bom waktu,” tandas Taopik. (***)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *