Warta Satu – Dewan Kebudayaan Kabupaten Garut (DKKG) kembali menegaskan komitmennya dalam menjaga warisan budaya dan sejarah lokal lewat cara yang lebih kreatif dan kekinian.
Salah satu gebrakan terbaru mereka adalah pemutaran film dokumenter berjudul “Gunung Sagara”, yang berlangsung di Ruang Pertemuan Dinas Perpustakaan dan Kearsipan (Dispusip) Kabupaten Garut, Selasa (11/11/2025).
Acara ini bukan sekadar tontonan biasa. Di balik layar film tersebut, tersimpan pesan mendalam tentang pentingnya menjaga identitas dan kearifan lokal masyarakat Garut. Pemutaran film ini turut dihadiri sejumlah tokoh penting, termasuk mantan Bupati Garut ke-26, H. Rudi Gunawan, S.H., M.H., M.P., perwakilan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, Kejaksaan Negeri Garut (Kejari), hingga jajaran Kodim 0611 Garut.
“Gunung Sagara”: Lebih dari Sekadar Gunung
Film dokumenter “Gunung Sagara” diproduksi oleh (DKKG) sebagai upaya menggali makna spiritual dan sejarah yang melekat di kawasan Gunung Sagara.
Gunung ini dikenal bukan hanya karena keindahannya, tetapi juga karena nilai filosofis dan budaya yang begitu kuat di hati masyarakat Garut.
Dalam sambutannya, Rudi Gunawan menyampaikan rasa bangganya terhadap inisiatif kreatif ini. Ia menyebut film dokumenter sebagai media edukatif yang efektif untuk memperkenalkan sejarah lokal kepada generasi muda.
“Gunung Sagara bukan sekadar gunung, tapi bagian dari jati diri masyarakat Garut. Di sana ada nilai budaya, spiritualitas, dan sejarah yang patut dijaga dan diwariskan,” tegas Rudi Gunawan.
Menurut Ketua( DKKG) proses pembuatan film ini tidak instan. Butuh riset panjang dan kolaborasi antara seniman, sejarawan, serta warga sekitar yang selama ini menjadi penjaga kisah lisan tentang Gunung Sagara.
Harapannya, film ini bisa menjadi arsip berharga sekaligus bahan pembelajaran agar masyarakat Garut semakin bangga dengan akar budayanya.
Tidak berhenti di Gunung Sagara, (DKKG) juga tengah fokus menggali potensi situs budaya lain seperti Gunung Negara. Dalam kunjungan budaya yang diadakan di kawasan tersebut, (DKKG) menekankan pentingnya menjaga tradisi ini.
kisah dan legenda yang diwariskan dari generasi ke generasi sebagai bagian dari warisan budaya takbenda yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan.
“Cerita rakyat, dongeng, hingga legenda adalah sumber pengetahuan lokal. Itu bukan sekadar cerita masa lalu, tapi fondasi untuk membangun masa depan budaya Garut,” ujar salah satu perwakilan DKKG.
Gunung Sagara sendiri diyakini menyimpan nilai historis dan spiritual tinggi. Selain menjadi situs yang sarat makna, kawasan ini juga memiliki potensi besar untuk dikembangkan sebagai destinasi wisata budaya.
DKKG juga memutar dokumenter khusus yang menceritakan sejarah Gunung Sagara dan kaitannya dengan perjalanan masyarakat Garut dari masa ke masa.
Selain Gunung Sagara, DKKG turut menyoroti situs bersejarah lain seperti Makam Godok dan Pangeran Papak, yang memiliki jejak sejarah penting dalam perkembangan peradaban di Garut.
Dalam kesempatan terpisah, Ketua Dewan Pembina (DKKG) mengungkapkan bahwa program pelestarian dan dokumentasi budaya ini adalah hasil kerja sama antara Dinas Pariwisata dan DKKG. Ia menjelaskan bahwa Gunung Sagara menyimpan misteri sejarah yang menarik untuk terus dikaji.
“Gunung Sagara ini sangat menarik dan penuh misteri. Ada yang berpendapat bahwa situs ini sudah ada sejak abad ke-6 atau ke-7 Masehi, bahkan sebelum masa Prabu Siliwangi. Ini bisa jadi salah satu jejak peradaban Islam awal di Garut,” tutur Rudi.
Menariknya, di kawasan tersebut ditemukan batu nisan kuno yang menghadap ke arah tertentu dan pohon besar berusia ratusan tahun. Temuan ini memunculkan dugaan adanya peradaban tua yang sempat berkembang di sana. Rudi menilai bahwa penting dilakukan penelitian ilmiah lebih dalam, seperti pengujian usia batu dan pohon purba, agar kisah-kisah lokal tersebut bisa terverifikasi secara ilmiah.
“Kita ingin sejarah ini tidak hanya jadi mitos, tapi punya dasar ilmiah yang kuat. Garut punya posisi penting dalam peta peradaban Nusantara, dan itu perlu dibuktikan,” tambahnya.
Upaya yang dilakukan DKKG ini sejalan dengan amanat UU No. 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan, yang menegaskan kewajiban pemerintah untuk melindungi, mengembangkan, memanfaatkan, dan membina kebudayaan nasional.
Sebagai mitra strategis pemerintah daerah, DKKG tidak hanya ingin melestarikan masa lalu, tapi juga menanamkan rasa bangga dan identitas budaya kepada generasi muda Garut. Lewat pendekatan kreatif seperti film dokumenter, mereka berusaha menjembatani masa lalu dan masa depan dalam satu narasi yang hidup.
“Pelestarian budaya itu bukan nostalgia. Ini soal menjaga identitas dan membangun kebanggaan daerah. Generasi muda harus tahu dari mana mereka berasal, supaya bisa melangkah ke depan dengan lebih percaya diri,” tutup Rudi Gunawan..(wan)





