Kursi Panas Kepala SKPD Garut Kosong: Pelayanan Publik Terancam Mandek?

oleh
oleh

Warta Satu – Pemerintahan daerah ibarat mesin besar yang butuh semua roda gigi bekerja sinkron. Masalahnya, di Kabupaten Garut, beberapa roda gigi utama ini sedang “hilang”. Kekosongan kursi kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) terus berlarut, dan kini mulai memantik tanda tanya besar: siapa yang akan pegang kemudi?

Data terbaru menunjukkan, delapan posisi kepala perangkat daerah plus tiga kursi strategis di Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) masih belum punya pejabat definitif.

Saat ini, semua pos itu hanya diisi oleh pelaksana tugas (Plt). Artinya, kewenangan mereka terbatas, dan untuk keputusan krusial sering kali harus menunggu restu pejabat di level atas.

Baca Juga :  Silaturahmi Budaya Bersama Kapolres Garut, DKKG Sampaikan Agenda Program Kebudayaan

Bukan cuma formalitas, jabatan kepala SKPD punya peran vital. Mulai dari menyusun dan mengelola anggaran, mengatur program kerja, mengawasi jalannya proyek, mengendalikan realisasi APBD, sampai memastikan pelayanan publik berjalan sesuai target.

Tanpa pemimpin definitif, SKPD ibarat kapal tanpa kapten: bisa berlayar, tapi arah dan kecepatannya belum tentu sesuai peta.

Kursi Kosong di Titik Kritis

Beberapa posisi strategis yang masih belum terisi antara lain:

  1. Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD)
  2. Kepala Dinas Pendidikan
  3. Inspektur Daerah
  4. Kepala Dinas Pemadam Kebakaran
  5. Kepala Badan Kepegawaian Daerah
  6. Kepala Dinas Penanaman Modal dan PTSP
  7. Asisten Daerah II
  8. Sekretaris DPRD
  9. Direktur RSUD dr. Slamet

Selain itu, tiga kursi direksi PDAM juga belum punya nahkoda tetap. Padahal, sektor-sektor ini menyentuh langsung hajat hidup masyarakat, mulai dari pendidikan, pelayanan kesehatan, keamanan kebakaran, hingga manajemen keuangan daerah.

Efek Domino Kekosongan Jabatan

Kekosongan ini jelas bukan sekadar masalah “admin” biasa. Dampaknya bisa meluas ke berbagai lini:

Pelayanan Publik Terhambat – Tanpa pemimpin definitif, SKPD sulit mengambil keputusan cepat. Layanan yang seharusnya responsif bisa melambat.

Baca Juga :  Bangun Garut Lewat Energi Anak Muda, Okky Caressa Ginanjar Gaungkan Eksistensi Pemuda Berbasis Digital

Target Kinerja Melenceng – Program yang sudah ditetapkan di Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA-SKPD) bisa tersendat karena koordinasi minim.

Pengambilan Keputusan Tertunda – Plt memang bisa memimpin, tapi kewenangannya terbatas. Keputusan strategis harus menunggu persetujuan kepala daerah.

Koordinasi Antar-SKPD Melemah – Tanpa figur pemimpin yang kuat, koordinasi lintas sektor jadi kurang solid.

Potensi Konflik Internal – Kekosongan jabatan sering memicu persaingan internal, yang ujung-ujungnya mengganggu kinerja tim.

Citra Pemerintah Daerah Terkikis – Publik bisa menilai Pemkab lamban atau tidak sigap mengisi posisi strategis.

Urgensi Mengisi Kursi

Berdasarkan regulasi yang diatur dalam UU No. 23 Tahun 2014 dan peraturan turunannya, kepala SKPD memegang otoritas sebagai Pengguna Anggaran (PA) sekaligus Pengguna Barang.

Baca Juga :  Abenk Marco Ajak Warga Garut Melek Hukum Lewat Program “Dulur Adyaksa”

Mereka bertanggung jawab penuh mengelola dana publik secara efektif, efisien, transparan, dan akuntabel. Kekosongan jabatan berarti banyak proses keuangan dan perencanaan bisa terganggu.

Banyak Pengamat kebijakan publik menilai, pengisian jabatan definitif ini sudah masuk kategori darurat. “Kalau dibiarkan, pelayanan publik bisa stagnan, sementara target pembangunan 2025 sulit tercapai”.

Menunggu Langkah Cepat

Kini bola panas ada di tangan Bupati dan Badan Kepegawaian Daerah. Masyarakat berharap proses seleksi dan pelantikan pejabat definitif dilakukan secepatnya, agar mesin birokrasi Garut kembali bekerja optimal.

Karena di ujungnya, yang paling terdampak dari kekosongan ini adalah warga dari petani di pelosok sampai pelaku usaha di kota.

Penulis: Dera Hermawan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *