Warta Satu – Kisruh pengelolaan dana potongan dari ribuan ASN Garut yang dikelola KORPRI Kabupaten Garut kini memasuki fase panas. Nilainya bukan receh, ditaksir mencapai Rp19 miliar lebih dalam rentang waktu 2016 hingga 2021.
Publik yang sejak awal bertanya-tanya kini mendapat jawaban, Forum Anti Korupsi dan Pemerhati Tata Kelola Anggaran (Fakta Petaka) resmi menyatakan siap melaporkan dugaan penyelewengan dana tersebut ke Aparat Penegak Hukum (APH).
Dalam wawancara khusus, Koordinator Fakta Petaka, Ridwan Arief, menyebut bahwa langkah hukum ini adalah bentuk akuntabilitas moral sekaligus dorongan agar praktik pengelolaan dana publik, terutama yang bersumber dari pemotongan gaji ASN, tidak dibiarkan buram dan tertutup.
“Kami sudah pelajari alur dan dokumen-dokumen yang masuk. Ada indikasi kuat bahwa dana potongan ASN selama 5 tahun itu tidak dikelola secara transparan. Bila perlu, kami akan bawa ini ke ranah pidana. Fakta tidak bisa dibungkam,” tegas Ridwan.
Rp10 Ribu per ASN per Bulan, Tapi Ke Mana Perginya?
Sebagai informasi, dana ini berasal dari iuran rutin setiap ASN Garut sebesar Rp10 ribu per bulan yang otomatis dipotong dari gaji sejak 2016.
Dalam kurun waktu 5 tahun, jumlah yang terkumpul diperkirakan menembus Rp19 miliar, belum termasuk tambahan potongan sejak 2022 hingga kini.
Namun publik dibuat kecewa karena nyaris tak ada pelaporan terbuka mengenai:
- Alokasi anggaran
- Realisasi kegiatan
- Laporan pertanggungjawaban
Yang lebih miris, situs resmi Dewan Pengurus KORPRI Garut nyaris tak memiliki konten. Tak ada jejak dokumentasi kegiatan, laporan penggunaan dana, bahkan struktur kepengurusan pun terkesan disembunyikan dari publik.
Dugaan Penyelewengan, Kuat atau Spekulasi?
Ridwan menyebutkan, Fakta Petaka mengantongi beberapa bukti pendukung yang mengarah pada indikasi pelanggaran. Misalnya:
- Tidak adanya laporan pertanggungjawaban secara resmi dari pengurus KORPRI masa bakti 2016–2021
- Tidak sinkronnya nama pengurus aktif dengan status administrasi mereka
- Proses pengunduran diri dari bendahara KORPRI yang tidak jelas dan belum terdokumentasi secara sah
“Kita ini bicara uang rakyat. Potongan gaji ASN bukan sumbangan sukarela, tapi kewajiban yang dipungut negara melalui organisasi. Maka akuntabilitasnya harus jelas dan dapat diaudit,” tambah Ridwan.
Lapor ke Berbagai Institusi
Ridwan menyebutkan, tim hukum Fakta Petaka tengah menyiapkan dokumen resmi untuk melaporkan kasus ini ke beberapa lembaga, antara lain:
- Kejaksaan Negeri Garut
- Kepolisian Resor Garut
- Inspektorat Daerah
- Bahkan tak menutup kemungkinan akan menggandeng Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
“Jika perlu kita buka laporan ke KPK. Dana yang dikelola organisasi sebesar itu tanpa pertanggungjawaban jelas sangat rawan disalahgunakan,” katanya.
Pengurus KORPRI, Masih Bungkam atau Bersiap Klarifikasi?
Hingga saat ini, para pengurus KORPRI yang disebut-sebut terkait, seperti Didit Fajar Riyadi (Ketua KORPRI sekaligus Kepala BAPPEDA), H. Wawan Nurdin (Bendahara KORPRI), serta beberapa pejabat yang terlibat dalam pencatatan dana, masih belum memberikan keterangan resmi ke publik.
Sempat muncul kabar bahwa H. Wawan telah mengundurkan diri dari posisi Bendahara sejak 2024. Tapi Ridwan menyangsikan keabsahan pengunduran diri itu, lantaran belum ada surat resmi yang ditandatangani pimpinan langsung.
Publik Menuntut. Buka Data, Jangan Diam!
Situasi ini menuai reaksi luas di kalangan ASN maupun masyarakat sipil. Beberapa organisasi mahasiswa, pegiat antikorupsi, dan pemerhati pemerintahan lokal bahkan menyuarakan perlunya audit terbuka terhadap keuangan KORPRI.
Mereka juga mendorong Pemerintah Daerah untuk membuat mekanisme transparansi bagi seluruh organisasi yang bersumber dari potongan gaji ASN.
Ini Bukan Soal Kebencian, Tapi Keadilan
Fakta Petaka menegaskan bahwa langkah hukum ini bukan soal balas dendam atau personalisasi kasus. Melainkan semata-mata demi menjaga marwah ASN, kepercayaan publik, dan tata kelola keuangan organisasi pemerintah yang sehat.
“Transparansi bukan musuh birokrasi. Justru transparansi adalah fondasi integritas. Kalau tak ada yang disembunyikan, kenapa takut untuk buka-bukaan?” pungkas Ridwan Arief, dengan nada serius. (***)