Wartasatu – Hari-hari pertama masa kerja Bupati dan Wakil Bupati Garut ternyata nggak berjalan semulus yang dibayangkan. Baru menginjak 100 hari kerja, publik langsung dibuat heboh dengan pemecatan mendadak tiga pucuk pimpinan PDAM Tirta Intan Garut, yakni Direktur Utama (Dirut), Direktur Umum (Dirum), dan Direktur Teknik (Dirtek).
Langkah ini langsung menimbulkan spekulasi liar di kalangan masyarakat, mulai dari dugaan “pembersihan” birokrasi hingga aroma politik balas budi yang kian tercium tajam.
Ketua Distrik Gerakan Masyarakat Bawah Indonesia (GMBI) Kabupaten Garut, Ganda Permana, S.H., pun angkat bicara menyikapi panasnya isu tersebut.
Lewat sambungan seluler pada Sabtu (10/5/2025), Ganda menyampaikan keprihatinan sekaligus kritik keras terhadap manuver politik yang dinilainya mulai merambah institusi pelayanan publik.
“Kami menolak keras jika kepemimpinan PDAM justru diberikan kepada orang-orang politik. Harusnya yang duduk di posisi itu adalah orang profesional, bukan pendukung politik, apalagi cuma sekadar balas jasa. PDAM itu soal pelayanan, bukan panggung kekuasaan!” tegas Ganda.
Aroma Politik vs Profesionalitas: Siapa yang Layak Pimpin PDAM?
Langkah Bupati ini memicu pertanyaan besar, apakah pemberhentian tiga direksi PDAM murni karena evaluasi kinerja, atau ada agenda tersembunyi? Masyarakat Garut, khususnya pelanggan setia PDAM Tirta Intan, menuntut kejelasan. Karena faktanya, stabilitas pelayanan air bersih sangat bergantung pada tangan-tangan yang memimpin di balik layar.
GMBI secara terang-terangan menolak adanya unsur politik dalam rekrutmen jajaran direksi baru. Menurut Ganda, pemilihan pimpinan PDAM seharusnya berdasarkan kemampuan teknis dan manajerial, bukan kedekatan dengan kepala daerah atau hasil “jasa-jasa” selama kampanye pilkada.
“Harusnya yang diprioritaskan itu TUKANG LEDENG sejati—orang-orang yang benar-benar paham lapangan, ngerti sistem pipa, ngerti teknis. Bukan cuma pinter orasi atau deket sama kekuasaan,” tambah Ganda, dengan nada sinis namun tegas.
100 Hari Kerja, Tapi Sudah Ada ‘Badai’?
Di sisi lain, keputusan Bupati ini menurut Ganda, menjadi salah satu gebrakan paling kontroversial di awal pemerintahannya. Biasanya, 100 hari pertama jadi ajang menunjukkan komitmen dan arah kebijakan, tapi kali ini justru dihiasi dengan manuver ekstrem yang mengundang tanya.
Publik pun terbagi dua. Ada yang mengapresiasi ketegasan Bupati dalam merombak institusi yang dianggap stagnan. Tapi tak sedikit pula yang mencurigai langkah ini sebagai strategi penempatan “orang-orang sendiri” ke posisi strategis, demi memuluskan agenda politik jangka panjang.
“Kami tidak anti perubahan. Tapi jangan jadikan PDAM sebagai ladang eksperimen politik. Ini menyangkut kebutuhan hidup masyarakat,” lanjut Ganda.
GMBI Siap Kawal dan Awasi
Ganda memastikan, GMBI Garut tidak akan tinggal diam. Pihaknya mengaku akan terus mengawal proses pengisian jabatan baru di tubuh PDAM Tirta Intan.
Bahkan, jika perlu, mereka akan menyuarakan aspirasi langsung ke DPRD dan Kementerian Dalam Negeri, agar proses seleksi dilakukan secara transparan dan akuntabel.
“Garut ini butuh pelayanan air bersih yang beres, bukan drama politik. Jangan sampai demi kekuasaan, rakyat yang jadi korban,” cetus Ganda dengan tegas.
PDAM Tetap Netral atau Jadi Medan Tempur Politik Lokal?
Pemecatan tiga direksi PDAM Tirta Intan Garut jelas bukan akhir cerita. Ini baru permulaan dari babak baru yang akan menentukan, apakah PDAM akan kembali ke jalur profesionalisme, atau malah terjerembab dalam lumpur kepentingan politik lokal?
“Satu hal yang pasti, masyarakat Garut sedang membuka mata lebar-lebar, dan mereka tidak akan tinggal diam jika kebutuhan dasar mereka, yakni air bersih, diobok-obok demi kekuasaan sesaat,” pungkas Ganda. (***)