Ribuan Warga Padati Tabligh Akbar Maulid Nabi 1447 H di Limbangan : Ritual Pencucian Bendera Merah Putih Jadi Simbol Persatuan Religi dan Nasionalisme

oleh
oleh
Ribuan Warga Padati Tabligh Akbar Maulid Nabi 1447 H di Limbangan : Ritual Pencucian Bendera Merah Putih Jadi Simbol Persatuan Religi dan Nasionalisme

Warta Satu – Suasana khidmat bercampur meriah menyelimuti Masjid Kaum Limbangan, Kabupaten Garut, Jawa Barat, Minggu (14/9/2025).

Ribuan warga dari berbagai daerah berbondong-bondong hadir dalam Tabligh Akbar Majelis Dzikir Saung Istighotsah untuk memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW 1447 Hijriah.

Sejak pagi, jamaah sudah memadati area masjid. Lantunan shalawat bergema, doa bersama untuk negeri dipanjatkan, dan dzikir dipandu oleh para ulama.

Baca Juga :  UISC Ciamis Gelar Latihan Mingguan di Taman Lokasana

Tidak hanya itu, kegiatan sosial seperti santunan bagi anak yatim piatu dan dhuafa turut mewarnai acara, memperlihatkan wajah Islam yang penuh kasih sayang.

Perpaduan Religi dan Budaya Lokal

Acara tidak hanya berfokus pada kegiatan spiritual, tetapi juga menampilkan kearifan lokal. Pertunjukan pencak silat tradisional digelar, menghadirkan semangat budaya Sunda yang lekat dengan nilai perjuangan dan kehormatan.

Namun, yang paling menarik perhatian jamaah adalah ritual pencucian bendera Merah Putih.

Bendera dicuci menggunakan empat unsur alam: air, tanah, udara, dan api. Saat prosesi berlangsung, suasana hening dan khidmat menyelimuti lapangan.

Kombinasi empat unsur itu dipadukan dengan bendera sebagai unsur kelima, yang kemudian dikenal dengan istilah lima pancer.

Pimpinan panitia acara, Eyang Asep Santana, menjelaskan makna filosofis dari ritual ini. “Merah Putih adalah simbol pengorbanan darah para leluhur bangsa. Pencucian ini menjadi pengingat bahwa bendera lahir dari perjuangan, sekaligus disinari cahaya kebaikan, Nur Muhammad, yang membawa umat manusia keluar dari kegelapan menuju akhlak mulia,” ujarnya.

Baca Juga :  Akhiri Dualisme Kepengurusan, PWI Jabar Desak Gelar Kongres Percepatan

Sebagai budayawan nasional sekaligus Dewan Penasihat Lembaga Baladika Saung Istighotsah (BASIS) Kesultanan Kecirebonan Korda Parahyangan, Eyang Asep menekankan pentingnya menjaga akhlak generasi muda di era globalisasi.

“Teknologi boleh maju, tapi jangan sampai moral bangsa hancur. Acara ini jadi peneguh semangat untuk meneladani akhlak Rasulullah SAW sekaligus menjaga jati diri bangsa,” tambahnya.

Suara Jamaah: Maulid Jadi Momentum Kebersyukuran

Bagi masyarakat yang hadir, Maulid Nabi tidak hanya sekadar tradisi, tetapi momentum spiritual dan kebersyukuran. Roni Abdul Rojak, seorang santri asal Desa Mekarsari, Kecamatan Selaawi, mengaku acara ini memberi kesan mendalam.

“Bagi saya, Maulid bukan sekadar acara seremonial, tapi bentuk rasa syukur atas lahirnya Nabi Muhammad SAW, rahmatan lil ‘alamin. Saya merasa senang karena bisa berkumpul, bershalawat, sekaligus bersyukur bersama warga lain,” tuturnya.

Baca Juga :  Kesbangpol Dorong Implementasi Visi "Bandung Utama" 2025-2029

Roni juga menilai, prosesi pencucian bendera memberi pesan kuat bahwa agama dan nasionalisme bisa berjalan beriringan.

“Sebagai santri, saya bangga. Bendera Merah Putih dihormati dengan penuh khidmat. Ini bukti cinta Nabi dan cinta tanah air adalah satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan,” katanya penuh semangat.

Ajang Silaturahmi dan Persatuan

Tabligh Akbar ini juga menjadi ajang mempererat tali silaturahmi. Ribuan jamaah hadir dari berbagai latar belakang, mulai dari tokoh agama, ulama pondok pesantren, organisasi kemasyarakatan, muspika, hingga tokoh adat budaya setempat.

Suasana penuh kekeluargaan terlihat jelas: masyarakat duduk berdampingan tanpa memandang status sosial, melantunkan doa untuk kebaikan bangsa dan negara.

Baca Juga :  Bau Tak Sedap di Balik Iuran ASN Garut, Korpri Disorot, Dana Miliaran Menguap Tanpa Jejak?

Kehadiran ribuan orang membuktikan bahwa peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW mampu menyatukan perbedaan dalam bingkai kebersamaan.

“Di sini saya melihat persaudaraan yang nyata. Semua bersatu dalam doa, damai, dan syukur,” tambah Roni.

Menghidupkan Spirit Nabi dan Nasionalisme

Lebih dari sekadar acara tahunan, peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW 1447 H di Limbangan menjadi simbol harmonisasi nilai religius dan nasionalisme.

Di satu sisi, umat muslim diajak meneladani akhlak Rasulullah. Di sisi lain, masyarakat diingatkan untuk menjaga warisan bangsa: persatuan dan kecintaan pada tanah air.

Ritual pencucian bendera Merah Putih menjadi highlight yang memadukan spiritualitas dan kebangsaan, mengajarkan bahwa perjuangan agama dan perjuangan bangsa sama-sama lahir dari semangat pengorbanan.

Baca Juga :  Si Jago Merah Lalap Pabrik Lem di Desa Rahayu Margaasih Bandung, 10 Armada dan 40 Petugas Damkar Berjibaku Padamkan Api

Dengan penuh khidmat, ribuan warga pulang membawa pesan yang sama: menjaga akhlak, memperkuat persaudaraan, dan terus menyalakan cinta kepada Nabi Muhammad SAW sekaligus tanah air tercinta, Indonesia. (***)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *