Panas Buminya Dihisap, Jalannya Tetap Berlubang, Indra Kristian Tuntut Keadilan Anggaran di Samarang dan Pasirwangi

oleh
oleh
Indra Kristian

Wartasatu – Uang miliaran rupiah mengalir dari sektor panas bumi setiap tahunnya. Tapi ironisnya, jalanan di daerah penghasil panas bumi justru mirip arena off-road.

Itulah yang dikritisi keras oleh Indra Kristian, anggota DPRD Garut dari Komisi 2, yang secara terbuka menyentil ketimpangan distribusi anggaran pembangunan di wilayah Garut utara, khususnya Kecamatan Samarang dan Pasirwangi.

“Panas buminya disedot, tapi warganya dibiarkan jalan di atas aspal yang udah kayak kerupuk remuk,” ujar Indra dalam wawancaranya dengan awak media, Kamis (15/05/2025).

Baca Juga :  Babak Baru Kasus Dokter Cabul, Begini Penanganan Kejari Garut

Indra menyoroti bahwa meski Dana Bagi Hasil (DBH) panas bumi tahun 2024 untuk Kabupaten Garut mencapai lebih dari Rp234 miliar, pembangunan infrastruktur di daerah penghasilnya justru stagnan. Jalan-jalan rusak tak tersentuh perbaikan, dan saluran drainase pun belum kunjung dibangun.

Samarang dan Pasirwangi: Kaya Energi, Tapi Miskin Infrastruktur

Sebagai daerah yang menyumbang kontribusi signifikan lewat panas bumi, Samarang dan Pasirwangi layak mendapat perlakuan lebih adil.

Namun kondisi di lapangan malah sebaliknya. Indra menyebut bahwa kondisi jalan rusak berat di beberapa titik, termasuk akses ke permukiman warga, belum menjadi prioritas dalam alokasi anggaran.

“Jangan sampai daerah penghasil energi justru jadi korban ketidakadilan anggaran. Ini bukan cuma soal jalan rusak, ini soal rasa keadilan sosial,” tegasnya.

Bahkan, warga di beberapa titik di dua kecamatan tersebut harus berjuang melewati jalan yang becek saat hujan, dan berdebu parah saat kemarau. Tanpa drainase yang memadai, banjir dan longsor kerap jadi ancaman musiman.

Baca Juga :  Papag Setra Indonesia, Bukan Sekadar Silat, Ini Gerakan Jiwa, Budaya, dan Karakter
DBH Panas Bumi, Uang Ada, Tapi Ke Mana Perginya?

Dana Bagi Hasil Panas Bumi sejatinya adalah bentuk apresiasi fiskal dari pemerintah pusat kepada daerah penghasil panas bumi. Tapi menurut Indra, aliran dana jumbo ini belum terjemahkan menjadi program nyata yang dirasakan langsung oleh masyarakat di titik produksi.

“Rp234 miliar bukan angka kecil. Tapi jika daerah penghasil seperti Samarang dan Pasirwangi hanya dapat remah-remah, lalu ke mana perginya uang itu?” ujar Indra dengan nada serius.

Ia pun mendesak Pemkab Garut untuk membuat peta jalan (roadmap) pemerataan pembangunan yang adil, berbasis kontribusi wilayah terhadap pendapatan daerah.

Kritik Indra tidak berhenti di infrastruktur jalan. Ia juga menyoroti perlunya fasilitas publik lain seperti irigasi pertanian, penerangan jalan umum, hingga penguatan ekonomi lokal di sekitar area panas bumi.

“Jangan hanya ‘panasnya’ yang diambil, tapi warganya dibiarkan tetap dingin nasibnya,” kata Indra.

Baca Juga :  Mafia Tanah Menyasar Wakaf? YBHM, Pemuda Pancasila, dan Tim Hukum Tancap Gas Bongkar Dugaan Penggelapan Aset Umat!

Ia mendorong agar DBH panas bumi ke depan bisa dimasukkan secara proporsional ke dalam Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) dengan keterlibatan aktif perwakilan masyarakat setempat, agar anggaran tak hanya sekadar angka dalam dokumen, tapi benar-benar hadir dalam bentuk pembangunan.

Warga Bukan Sekadar Penonton

Kritik dari Indra Kristian bisa jadi adalah suara yang mewakili ribuan warga di kaki Gunung Papandayan dan Cikuray, yang selama ini hanya jadi penonton dari geliat eksplorasi panas bumi yang megah, tapi tanpa balasan yang sepadan.

Indra berharap pemerintah tidak terus menerus menutup mata terhadap ketimpangan ini. “Karena keadilan anggaran bukan hanya soal angka dan hitung-hitungan. Tapi tentang menjawab hak dasar masyarakat yang selama ini jadi tulang punggung energi nasional,” tukasnya.

Indra menyebutkan, jikalau jalan rusak di daerah penghasil panas bumi masih dibiarkan, maka yang panas bukan cuma buminya, tapi juga hati warganya. (***)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *