Wartasatu – Di tengah gempuran tren digital, sampai emas batangan, ternyata ada satu instrumen investasi yang masih konsisten dipertahankan para pehobi sejati, batu akik.
Yap, batu mulia legendaris ini bukan sekadar pemanis jari, tapi juga bisa jadi ladang cuan kalau kamu ngerti cara mainnya!
Meskipun popularitasnya sempat redup pasca-boom di awal 2010-an, kini batu akik justru menemukan pasar baru: generasi muda yang jago jualan online. Dan percaya nggak percaya, batu akik bisa sold out cuma dari grup WhatsApp doang.
Jual Akik Itu Ilmu!
Salah satu pedagang batu akik yang udah malang melintang di dunia digital adalah Deden Prayoga, warga Bandung yang sejak 2019 aktif jualan akik via media sosial.
Buat Deden, jualan batu akik itu nggak cukup bermodal batu bagus—tapi harus tahu cara ngangkat nilai batunya.
“Jangan cuma bilang ‘ini batu asli’. Lu ceritain juga asal usulnya, cerita mistis atau sejarahnya, dan kenapa batu itu unik,” ujar Deden saat diwawancarai via video call, Sabtu (10/05/2025).
Contohnya, batu jenis Sungai Dareh dari Sumatera Barat. Batu ini dipercaya punya energi positif dan sering dikaitkan dengan sosok Presiden Soeharto yang kabarnya mengoleksinya. Nah, storytelling kaya gitu bikin nilai jualnya naik!
Tiga Jurus Jualan Batu Akik Biar Nggak Boncos
Kalau kamu mau serius jualan atau bahkan investasi di batu akik, ada tiga hal utama yang wajib kamu kuasai, kata Deden:
1. Kenali Jenis dan Nilai Batumu
Setiap jenis batu punya kelas dan pasar sendiri. Contohnya:
- Bacan (Maluku) High-end, bisa tembus jutaan per butir.
- Kalimaya (Banten) Disukai karena warna pelangi di dalamnya.
- Giok Aceh Dicari karena warna dan kepercayaan spiritual.
2. Keaslian adalah Trust
Penting banget punya sertifikat keaslian atau minimal bisa kasih bukti uji laboratorium. Banyak penjual yang pakai mikroskop digital dan bikin konten edukatif soal struktur batu buat meyakinkan pembeli.
3. Storytelling yang Nyantol
“Batu itu kayak manusia, harus punya cerita biar menarik,” kata Deden.
Ceritakan soal siapa yang dulu punya batu itu, dari mana asalnya, makna warnanya, atau bahkan mitos yang berkembang di masyarakat. Pembeli bukan cuma cari barang, tapi pengalaman dan narasi.
Platform Digital, Surga Baru Para Penjual Batu
Kamu nggak harus buka kios atau ikut pameran buat bisa jualan. Cukup manfaatin:
- Instagram Reels dan TikTok buat review batu kinclong.
- Facebook Marketplace buat jangkau kolektor lokal.
- Grup WA atau Telegram Kolektor buat transaksinya.
Tapi jangan asal upload. Gunakan foto berkualitas tinggi, lighting yang pas, dan background netral. Tambahkan watermark kalau perlu, supaya nggak diambil akun lain.
“Konten yang konsisten dan edukatif bikin akun kamu dipercaya. Lama-lama pembeli loyal bakal datang sendiri,” tambah Deden.
Modal Kecil, Untung Bisa Gede
Menurut Deden, dengan modal awal Rp500 ribuan aja, kamu bisa mulai koleksi batu kualitas sedang dan jual lagi saat pasar naik. Kalau tahu momentum, misalnya saat tren mistik atau budaya lokal naik, harga bisa melonjak 2 sampai 3 kali lipat.
Dan jangan lupa, komunitas itu penting. Ikut forum online, gabung pameran virtual, atau bahkan bikin event live bareng kolektor bisa membuka pasar dan jaringan baru.
Batu Akik Bukan Cuma Barang Antik
Di era serba digital ini, batu akik bukan lagi tren musiman. Lewat strategi branding yang kreatif, narasi yang kuat, dan pemasaran digital yang rapi, kamu bisa ubah batu akik dari sekadar koleksi jadi sumber pemasukan.
Buat Gen Z dan milenial yang doyan gaya tapi tetap mikirin aset jangka panjang, batu akik adalah jawaban out-of-the-box yang siap bersinar, literally dan finansial. (***)