Warta Satu – Bukannya kebahagiaan yang abadi, justru duka mendalam yang datang menghantui. Sebuah pesta pernikahan yang semula dibalut gemerlap dan kemegahan berubah menjadi ajang tragedi, setelah tiga orang kehilangan nyawa dalam tragedi hajatan pernikahan Wakil Bupati Garut.
Kini, seorang aktivis muda kabupaten Garut, Iskandar angkat bicara: “Harus ada yang bertanggung jawab, dan hukum jangan mandul hanya karena yang terlibat adalah pejabat!”
Dalam nada bicara yang lugas dan tanpa basa-basi, Iskandar menegaskan bahwa tragedi kemanusiaan ini bukanlah hal sepele yang bisa dibiarkan menguap begitu saja dari ingatan publik.
“Tiga nyawa melayang bukan karena kecelakaan biasa, tapi karena ada kelalaian yang dibiarkan. Jangan sampai karena pesta ini digelar oleh pejabat, semua aparat mendadak pura-pura tuli dan buta,” tegasnya melalui selulernya, Minggu (20/07/2025).
Acara Besar, Manajemen Risiko Nol?
Perayaan yang disebut-sebut sebagai salah satu pesta terbesar tahun ini di Garut tersebut mengundang ribuan tamu. Mulai dari pejabat, tokoh masyarakat, sampai influencer lokal turut hadir. Jalanan macet total, arus kendaraan tersendat, dan akses warga terganggu.
Di tengah euforia pesta, terjadi insiden maut yang mengubah segalanya saat ribuan warga Garut menyerbu masuk hanya untuk menikmati makan gratis di Pendopo pada Jumat (18/07) lalu.
Iskandar menilai bahwa skala acara sebesar itu seharusnya dibarengi dengan perencanaan matang, termasuk pengamanan. Sayangnya, yang terjadi justru sebaliknya.
“Ini bukan sekadar musibah, tapi bukti buruknya manajemen acara. Di mana pengawasan dari aparat? Apakah ini benar-benar sesuai prosedur? Semua harus diungkap transparan!” serunya lagi.
Tanggung Jawab Bukan Pilihan, Tapi Kewajiban
Iskandar menegaskan bahwa pesta besar yang berdampak pada masyarakat luas tak boleh lepas dari tanggung jawab sosial maupun hukum.
Menurutnya, tidak cukup hanya dengan meminta maaf atau menggelar tahlilan serta pemberian santunan. Jika terbukti ada kelalaian dalam penyelenggaraan acara, maka harus ada sanksi tegas.
“Kalau rakyat kecil yang bikin acara tanpa izin, bisa-bisa langsung dibubarkan. Tapi kalau yang bikin pejabat, kenapa hukum malah bungkam? Kita tidak sedang bicara soal pesta, kita sedang bicara tentang nyawa manusia,” ucapnya lantang.
Iskandar bahkan menyatakan siap mengawal kasus ini hingga tuntas. Ia mendesak agar aparat penegak hukum, terutama kepolisian, tidak bersikap diskriminatif hanya karena pelaku atau penanggung jawab acara adalah pejabat daerah.
“Kalau hajatan bikin orang lain kehilangan nyawa, itu bukan pesta, itu bencana. Jangan seolah-olah ini cuma musibah biasa. Tuntaskan sampai jelas siapa yang bertanggung jawab,” tambahnya.
Selain mendesak tanggung jawab moral dan hukum, Iskandar juga menuntut adanya audit menyeluruh atas proses acara. Apakah mitigasi risiko sudah dijalankan? Semua ini harus diungkap agar kejadian serupa tak kembali terulang.
“Kami akan bersurat resmi ke Pemkab, ke Polres, bahkan ke Ombudsman jika perlu. Jangan biarkan tragedi ini dibungkam oleh kekuasaan,” tutup Iskandar.
Tragedi pernikahan putri Wakil Bupati Garut menjadi pengingat pahit bahwa di balik kemewahan sebuah pesta, bisa tersimpan potensi bencana jika tak dikelola dengan penuh tanggung jawab. Iskandar menolak diam, dan publik berhak tahu kebenaran di balik tragedi ini.
“Hari ini mungkin giliran orang lain yang kehilangan. Tapi kalau kita diam, besok bisa jadi giliran kita,” pungkas Iskandar. (***)