Warta Satu – Keputusan Bupati Garut untuk membebastugaskan sementara Koordinator Wilayah (Korwil) Pendidikan yang tengah terseret isu dugaan penyimpangan anggaran memicu sorotan publik.
Namun, menurut advokat sekaligus pemerhati hukum kebijakan publik, Dadan Nugraha, langkah tersebut justru dinilai sah secara hukum, tepat waktu, dan merupakan wujud nyata penerapan prinsip good governance atau tata kelola pemerintahan yang baik.
Dadan menekankan bahwa kebijakan itu bukan bentuk vonis bersalah, apalagi pemecatan, melainkan langkah administratif strategis agar proses investigasi berjalan objektif, transparan, dan tanpa intervensi dari pihak manapun.
“Pembebastugasan sementara ini ibarat pause button untuk menjaga fair play. Proses pemeriksaan bisa berjalan jernih, tanpa ada potensi intervensi, dan tetap menghormati asas praduga tak bersalah,” ujarnya di Garut, Senin (15/9/2025).
Dasar Hukum: Bupati Punya Legitimasi Kuat
Dadan kemudian merinci kerangka hukum yang memperkuat langkah Bupati Garut.
- Kewenangan Kepala Daerah
Berdasarkan Pasal 65 ayat (1) huruf c UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, kepala daerah memiliki wewenang penuh melakukan pembinaan dan pengawasan aparatur di bawahnya.
“Pembebastugasan sementara bukan hukuman, tapi mekanisme administratif untuk menjaga netralitas pemeriksaan sekaligus mencegah potensi penghilangan bukti,” jelas Dadan. - Pencegahan Kerugian Negara
Langkah ini sejalan dengan UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang menekankan pentingnya early prevention.
“Kalau tidak diantisipasi sejak dini, potensi kerugian negara bisa makin melebar,” tambahnya. - Diskresi untuk Kepentingan Umum
Merujuk pada Pasal 22 dan 24 UU No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, pejabat boleh mengambil diskresi bila ada situasi yang tidak diatur jelas, demi kepentingan publik.
“Dalam kasus ini, kepentingan umum yang harus dijaga adalah transparansi anggaran pendidikan dan trust masyarakat pada proses hukum,” ujar Dadan. - Asas Praduga Tak Bersalah
Dadan juga mengingatkan pentingnya presumption of innocence sebagaimana diatur dalam UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM.
“Justru dengan pembebastugasan ini, ASN yang bersangkutan terlindungi dari tekanan internal. Prosesnya lebih fair, tanpa stigma berlebihan,” katanya.
Menjawab Kritik HMI Garut
Sebelumnya, Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Garut sempat mendesak agar pembebastugasan Korwil Pendidikan ditunda hingga laporan dugaan penyimpangan anggaran diuji kebenarannya. Namun, menurut Dadan, sikap tersebut justru kontradiktif.
“Di satu sisi HMI mendesak investigasi, di sisi lain mereka ingin menunda langkah awal yang krusial untuk menjamin investigasi objektif. Itu jelas inkonsistensi,” tegasnya.
Ia menambahkan, bila Bupati bersikap pasif dan tidak segera mengambil tindakan, publik bisa menilai pemerintah daerah melakukan pembiaran atau bahkan perlindungan terhadap oknum yang bermasalah. Hal itu berisiko menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap birokrasi pendidikan.
Simbol Komitmen Pemerintahan Bersih
Bagi Dadan, keputusan ini adalah refleksi tanggung jawab Bupati Garut dalam membangun pemerintahan daerah yang akuntabel, transparan, dan bebas dari praktik penyimpangan.
Ia menyebut langkah ini tidak hanya soal aspek hukum, tapi juga menyangkut aspek moral kepemimpinan.
“Pendidikan itu sektor vital. Kalau ada dugaan penyimpangan anggaran, publik sangat sensitif. Dengan tindakan preventif ini, Bupati mengirim pesan tegas bahwa zero tolerance terhadap penyalahgunaan anggaran, apalagi yang menyangkut masa depan anak bangsa,” pungkas Dadan.
Ke depan, ia berharap kebijakan semacam ini tidak dipandang sebagai bentuk kriminalisasi ASN, tetapi justru sebagai instrumen untuk menjaga integritas birokrasi. Dengan begitu, masyarakat bisa melihat bahwa roda pemerintahan di Garut bergerak ke arah lebih bersih, responsif, dan bertanggung jawab. (***)