Warta Satu – Dalam banyak momen kumpul keluarga atau acara sosial, sering kali kita lihat anak kecil dipaksa orang tuanya untuk bersalaman atau cipika-cipiki dengan orang baru.
“Ayo, salim dulu sama tante,” atau “salam dulu dong sama om,” jadi kalimat yang umum terdengar. Tapi, tahukah kamu kalau kebiasaan ini ternyata bisa berdampak besar bagi tumbuh kembang anak?
Fenomena memaksa anak untuk bersalaman dengan orang yang baru dikenalnya semakin jadi sorotan, terutama di era sekarang ketika isu consent atau persetujuan mulai banyak dibicarakan.
Bukan hanya soal sopan santun, tapi juga menyangkut hak anak atas tubuhnya sendiri.
Anak Punya Hak Atas Tubuhnya
Psikolog anak menegaskan bahwa tubuh si kecil bukan milik orang lain, bahkan orang tua sekalipun tidak berhak memaksa mereka untuk melakukan kontak fisik jika tidak nyaman.
Memberi ruang pada anak untuk menolak salaman adalah bentuk edukasi dini tentang batasan diri (personal boundaries).
“Kalau anak terus dipaksa, mereka bisa bingung membedakan mana interaksi yang sehat dan mana yang bikin nggak nyaman. Ujung-ujungnya bisa mengaburkan konsep consent,” ujar salah satu praktisi parenting.
Sopan Santun Bisa dengan Banyak Cara
Penting banget dipahami, sopan santun tidak melulu harus ditunjukkan dengan sentuhan fisik. Anak bisa diajari cara lain seperti:
- Senyum ramah
- Melambaikan tangan
- Mengucapkan salam atau menyapa dengan kata-kata
- Dengan cara ini, anak tetap bisa bersikap hormat tanpa harus merasa terpaksa.
Efek Positif Kalau Anak Dibiarkan Memilih
Ketika anak diberi kesempatan untuk menentukan caranya sendiri dalam menyapa orang lain, ada beberapa manfaat yang bisa didapat:
- Anak belajar percaya diri karena merasa didengar dan dihargai.
- Lebih paham tentang batasan pribadi, sehingga bisa lebih waspada saat menghadapi orang asing.
- Tumbuh empati dan kontrol diri karena tahu bahwa rasa nyaman itu penting.
Orang Tua Jadi Role Model
Tugas orang tua bukan sekadar mengajarkan sopan santun, tapi juga menunjukkan contoh. Kalau orang tua bisa menghargai keputusan anak, otomatis orang lain pun akan ikut belajar untuk tidak memaksa.
“Sebagai orang tua, kita perlu kasih sinyal ke keluarga besar atau orang sekitar. Misalnya bilang, ‘Kalau anak saya belum mau salaman, cukup disapa aja ya.’ Itu bentuk perlindungan kita terhadap anak,” jelas seorang konselor keluarga.
Ubah Mindset: Sopan Bukan Harus Bersalaman
Kebiasaan lama memang nggak gampang diubah, apalagi dalam budaya kita salaman dianggap simbol hormat. Tapi perlahan, penting banget bagi generasi orang tua masa kini untuk ubah pola pikir. Hormat bisa ditunjukkan dengan banyak cara, dan anak berhak memilih cara yang bikin mereka nyaman.
Jadi, next time kalau lagi kumpul keluarga atau ketemu orang baru, jangan buru-buru paksa si kecil salaman, ya. Biarkan mereka yang menentukan. Ingat, ngajarin sopan santun bisa tanpa harus mengorbankan rasa nyaman dan hak anak atas tubuhnya sendiri. (***)