Warta Satu — Sindiran Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, soal Mall Pelayanan Publik (MPP) Garut yang disebut “gedungnya megah tapi rakyat tetap susah ngurus izin” ternyata memantik reaksi balik.
Salah satunya datang dari Advokat sekaligus pemerhati kebijakan publik, Dadan Nugraha, yang menilai pernyataan Dedi terlalu berlebihan dan tidak sesuai etika pemerintahan.
Menurut Dadan, keberadaan MPP Garut justru bagian penting dari agenda reformasi birokrasi nasional yang sedang didorong pemerintah pusat.
Ia menilai wajar kalau masih ada kekurangan, mengingat program ini sedang dalam tahap transisi.
“Menilai buruk hanya karena satu kasus viral jelas nggak proporsional. Evaluasi pelayanan publik itu harus lewat audit resmi, survei kepuasan masyarakat, atau mekanisme formal, bukan lewat opini di media sosial,” tegas Dadan.
Respons Cepat Pemkab Garut Layak Diapresiasi
Dadan juga mengapresiasi langkah cepat Bupati dan Wakil Bupati Garut yang langsung memanggil dinas terkait untuk memberikan pembinaan setelah munculnya kritik.
Menurutnya, hal itu merupakan bentuk akuntabilitas yang sesuai dengan amanat UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
“Pemerintah daerah sudah menunjukkan sikap responsif, bukan pembenaran atas kegagalan. Jadi kritik harus fair, jangan sampai melemahkan semangat reformasi yang sedang berjalan,” jelasnya.
Kritik Populis Dinilai Kontraproduktif
Lebih jauh, Dadan menyebut gaya kritik Dedi Mulyadi cenderung populis dan kontraproduktif.
Menurutnya, pejabat publik seharusnya memahami asas hukum presumption of regularity, yaitu setiap kebijakan pemerintah dianggap sesuai aturan sampai terbukti sebaliknya.
“Sindiran di ruang publik memang menarik secara politik, tapi secara hukum bisa menyalahi asas dasar administrasi negara. Kritik antarpejabat lebih baik disampaikan lewat mekanisme resmi, bukan lewat olok-olok di media,” kata Dadan menambahkan.
Pentingnya Literasi Publik dalam Urusan Perizinan
Dadan juga menyoroti faktor lain yang sering bikin masyarakat mengeluh soal layanan perizinan, yakni masih rendahnya literasi publik tentang prosedur administrasi.
“Banyak warga merasa ribet karena belum paham tahapan dan dokumen apa saja yang dibutuhkan. Padahal, dalam asas hukum tata usaha negara berlaku prinsip equal treatment before the law, semua warga harus diperlakukan sama tanpa keistimewaan, siapapun dia, bahkan meski dia orang terkenal,” ucapnya.
Sinergi Lebih Baik daripada Olok-olok
Menutup pernyataannya, Dadan menekankan pentingnya sinergi antara pemerintah provinsi dan kabupaten. Menurutnya, Garut sedang serius berbenah, sehingga kritik yang kontruktif lebih dibutuhkan ketimbang sindiran yang memecah konsentrasi.
“Garut sedang berproses. Mari sama-sama kawal reformasi birokrasi dengan akal sehat dan kritik konstruktif, bukan sekadar amarah sesaat,” pungkasnya. (***)