Tinggalkan ‘Kota Dodol’, Sambut ‘Garut Gembira”: Momentum Baru Citra Kabupaten

oleh -0 Dilihat
oleh

Warta Satu – ​Setiap kali saya melintasi beberapa sudut di Kabupaten Garut, ada pemandangan yang selalu menggelitik benak saya: signage atau penanda bertuliskan “Selamat Datang di Garut Kota Dodol”.

Secara harfiah, tidak ada yang keliru. Dodol adalah warisan kuliner dan buah tangan kebanggaan kita. Namun, dalam dunia branding dan komunikasi, kita tidak bisa berhenti pada makna harfiah.

Kita harus peka terhadap makna konotatif, terhadap persepsi yang terbentuk di benak audiens yang lebih luas.

Baca Juga :  SK Bupati Bandung Terbit, Satgas PPR PBG Segera Lakukan Langkah Konkrit

​Di sinilah letak permasalahannya. Dalam percakapan sehari-hari bahasa Indonesia, kata “dodol” juga memiliki makna konotatif negatif yang berarti “bodoh” atau “bloon”.

Tentu, ini bukan citra yang ingin kita lekatkan pada sebuah kabupaten dengan warisan sejarah dan potensi sebesar Garut. Sebuah jenama (brand) kota adalah aset strategis yang harus dikelola dengan cermat.

Ia adalah janji, reputasi, dan undangan. Melekatkan identitas kita pada sebuah kata yang bermakna ganda dan berisiko menjadi bahan cemoohan adalah sebuah langkah yang kontra-produktif.

Citra positif sangatlah penting dalam “city branding”. Dalam strategi branding, melekatkan kata dodol dalam Garut Kota Dodol termasuk dalam brand positioning, sehingga ingat dodol ingat Garut.

Tapi perlu diingat, Garut bukan satu-satunya produsen dodol. Di era marketing 5.0, melekatkan keunggulan produk sudah tidak relevan lagi.

Baca Juga :  Lautan Manusia Serbu Jalan Bank! Wizzmie Garut Resmi Buka & Siap Jadi 'Markas' Baru Anak Muda

Sebagaimana memburu oleh-oleh pulang haji sebagai sebuah kebanggan sudah tidak relevan lagi karena kita semua tahu, oleh-oleh tersebut dibeli di Pasar Baru Bandung, atau Pasar Tanah Abang.

Di era marketing 5.0 kita sudah bergeser kepada apa yang dialami, apa yang dirasakan, menjadi siapa, dan dipandang kalangan seperti apa.

Maka kedatangan wisatawan ke Garut bukan lagi karena ada dodolnya, atau dombanya, tetapi lebih mengarah “gue dapet apa, gue jadi siapa” kalau datang ke Garut.

Maka kesan, pengalaman, dan apa yang dirasakan selama di Garut lah yang akan melekat pada benak wisatawan/orang yang datang ke Garut.

​Sudah saatnya kita bergerak maju. Momen untuk perubahan ini sebenarnya sudah tiba dan bahkan telah difasilitasi secara resmi oleh Pemerintah Kabupaten Garut.

Baca Juga :  Wizzmie Garut Hadirkan Promo "Japanese Seasonal Deals" yang Bikin Ngiler!

​Pada akhir tahun 2024, sebuah Sayembara City Branding yang melibatkan 161 karya dari seluruh Indonesia telah diselenggarakan. Prosesnya tidak main-main, melibatkan dewan juri dari berbagai asosiasi profesional dan pemangku kepentingan lokal.

Penjabat Bupati Garut saat itu, Barnas Adjidin, bahkan menekankan bahwa logo dan jenama yang terpilih harus memiliki filosofi mendalam yang dapat dipertanggungjawabkan.

​Dari proses yang ketat tersebut, lahirlah pemenang: “Joyful Garut”.

​”Joyful Garut” bukan sekadar slogan yang terdengar modern. Ia adalah sebuah kerangka strategis baru. “Joyful” atau “penuh kegembiraan” adalah sebuah janji pengalaman (brand promise) kepada siapa pun yang datang ke Garut.

Ini adalah sebuah evolusi dari citra masa lalu. Jika di era kolonial kita dikenal sebagai “Swiss van Java” karena keindahan alamnya, maka “Joyful Garut” mengangkat proposisi nilai kita ke level yang lebih tinggi: dari sekadar pemandangan indah menjadi sebuah pengalaman emosional yang membahagiakan.

​Kegembiraan yang ditawarkan pun memiliki substansi yang jelas. Ia ditopang oleh pilar-pilar aset fundamental Garut yang dirangkum secara brilian oleh salah satu finalis sayembara, M. Fahreza Aulia, dalam konsep “GURILAPS”: Gunung, Rimba, Laut, Pantai, dan Seni Budaya.

Baca Juga :  Dana KORPRI Jadi Sorotan! Fakta Petaka Desak Audit Independen dan Transparansi Total

Inilah arsitektur merek kita yang baru dan otentik: “Joyful Garut” sebagai janji, dan “GURILAPS” sebagai alasan mengapa janji itu bisa ditepati.

​Namun, yang terpenting, jenama ini harus menjadi lebih dari sekadar alat pemasaran pariwisata. Ia harus menjadi katalisator pembangunan. Kegembiraan sejati tidak akan pernah terwujud bagi wisatawan jika masyarakat lokalnya sendiri masih berjuang.

Dengan data Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang masih menjadi salah satu yang terendah di Jawa Barat, serta tantangan kemiskinan dan pengangguran yang masih nyata, maka “kegembiraan” pertama yang harus kita wujudkan adalah untuk masyarakat Garut itu sendiri.

Joyful Garut” bisa kita akulturasikan ke dalam nasionalisme atau pun kearifan lokal, menjadi “Garut Gembira” atau pun “Garut Gumbira”. Sangat selaras dengan “index of happines”.

Indeks Kebahagiaan adalah ukuran subjektif terhadap kesejahteraan masyarakat yang mengukur tingkat kepuasan hidup, perasaan, dan makna hidup seseorang.

​Pariwisata di bawah bendera “Garut Gembira” harus menjadi mesin penggerak yang membuka lapangan kerja berkualitas, meningkatkan keterampilan SDM, dan mendistribusikan manfaat ekonomi secara lebih merata.

Baca Juga :  Dadan Nugraha: Pembebastugasan Korwil Pendidikan oleh Bupati Garut Sah Secara Hukum, Preventif, dan Jaga Kepercayaan Publik

Keberhasilan jenama ini tidak diukur dari lonjakan jumlah wisatawan, melainkan dari peningkatan nyata IPM dan penurunan angka kemiskinan.

​Oleh karena itu, saya mengajak seluruh pemangku kepentingan, terutama Pemerintah Kabupaten Garut, untuk mengambil langkah tegas dan segera.

Mari kita turunkan signage “Kota Dodol” yang ambigu dan berisiko. Mari kita angkat dan aplikasikan “Garut Gembira” secara masif dan konsisten di seluruh gerbang masuk, fasilitas publik, dokumen resmi, dan kanal promosi.

​Integrasikan masterplan “Garut Gembira” ke dalam RPJMD 2025-2029 yang sedang disusun, agar ia memiliki landasan hukum dan alokasi anggaran yang jelas.

Ini bukan sekadar mengganti papan nama, ini adalah tentang mendeklarasikan visi baru, menyalakan kembali kebanggaan, dan mengarahkan seluruh energi pembangunan kita menuju masa depan yang lebih sejahtera dan membahagiakan bagi semua. Mari sambut era baru: era “Garut Gembira”. (***)

Penulis:

– Widiana Safaat, Mantan Direktur Kreatif Badan Promosi Pariwisata Kabupaten Garut.

– Eep S. Maqdir, Praktisi Branding

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *