Warta Satu – Jagat maya Kabupaten Garut lagi-lagi digegerkan oleh kabar yang bikin publik heboh. Sebuah unggahan saembara pencarian pelaku pencurian di Rumah Makan Syifa Karangpawitan viral di berbagai media sosial.
Aksi pemilik rumah makan yang langsung mempublikasikan dugaan pencurian berdasarkan rekaman CCTV itu, mendadak bikin warga Kampung Kertasari, Desa Cimurah, Karangpawitan tersulut emosi.
Pasalnya, dua orang warganya, Paris dan Chandra, tiba-tiba disebut-sebut dalam laporan resmi ke Polsek Karangpawitan. Surat panggilan polisi pun sudah diterima keduanya untuk hadir sebagai terlapor.
Peristiwa bermula pada Jumat, 15 Agustus 2025, sekitar pukul 01:57 dini hari, ketika pemilik Rumah Makan Syifa mengaku kehilangan barang akibat aksi pencurian.
Berdasarkan rekaman CCTV yang dipublikasikan, pemilik menduga bahwa pelaku adalah dua warga sekitar, lalu langsung melaporkannya ke polisi.
Namun, alih-alih menemukan titik terang, langkah ini justru menimbulkan polemik. Warga Kampung Kertasari, khususnya keluarga Paris dan Chandra, menolak tuduhan itu mentah-mentah. Mereka menegaskan bahwa saat kejadian, keduanya memiliki alibi yang jelas.
Sementara Chandra, berdasarkan keterangan pamannya, Budi, sedang beristirahat setelah seharian bekerja di konveksi milik pamannya yang lain, H. Iwan.
Budi, paman Chandra, dengan lantang menyuarakan keberatan keluarganya. Ia menilai tuduhan yang dilayangkan pemilik rumah makan sangat tidak berdasar.
“Atas dasar apa melaporkan keluarga saya sebagai pencuri? Jelas-jelas fisiknya berbeda dengan yang ada di CCTV. Kalau mau serius, libatkan dulu ahli forensik atau multimedia biar jelas identifikasinya. Jangan asal tuduh,” tegas Budi saat dikonfirmasi awak media.
Ia menambahkan, tuduhan ini jelas melukai harga diri keluarga. Apalagi sudah ada surat panggilan resmi polisi dengan nomor LP/B/28/VIII/2025/Jbr/Res Grt/Sek Karangpawitan.
“Artinya, si pelapor sudah yakin dengan tuduhan itu. Kami sangat marah, ini fitnah keji, dan kami tidak akan tinggal diam,” lanjutnya dengan nada kesal.
Tak hanya keluarga, suara penolakan juga datang dari organisasi masyarakat. Edi Sudrajat, Ketua Dewan Pengurus Anak Cabang GRIB JAYA Kecamatan Karangpawitan, yang juga mengenal dekat keluarga Chandra, ikut memberi pernyataan.
Menurut Edi, tuduhan ini terlalu terburu-buru dan tidak memperhatikan asas praduga tak bersalah.
“Chandra ini ponakan H. Iwan, dan beliau penasehat di organisasi kami. Jadi, kami ikut prihatin. CCTV saja nggak cukup jadi dasar untuk menuduh seseorang. Semua warga di sini yakin yang ada di rekaman itu bukan Chandra,” jelas Edi.
Meski begitu, Edi tetap menghormati prosedur hukum. Ia menegaskan bahwa pemanggilan oleh pihak kepolisian adalah hal wajar sesuai aturan.
“Yang bikin gaduh bukan polisinya, tapi langkah pelapor yang langsung menuding tanpa bukti kuat,” pungkasnya.
Di sisi lain, H. Iwan, paman sekaligus atasan tempat Chandra bekerja, mengaku keluarganya kini dirugikan baik secara moril maupun materil.
“Terlepas Paris dan keluarganya sudah menerima permintaan maaf atau tidak, bagi kami kerugian sudah nyata. Nama baik keluarga jadi bahan omongan orang sekampung. Ini bikin kami tertekan,” ungkapnya saat dihubungi via telepon.
Bagi H. Iwan, tuduhan ini bukan sekadar masalah hukum, tapi juga persoalan harga diri yang sulit ditebus.
Di tengah kisruh ini, Chandra akhirnya buka suara. Dengan nada tegas, ia menolak keras tuduhan yang dialamatkan padanya.
“Saya akan melaporkan balik penghinaan ini ke pihak berwajib. Saya percaya kepolisian akan membantu saya,” ujar Chandra singkat namun penuh keyakinan.
Kasus ini bikin jagat maya ikut panas. Sebagian netizen mendukung langkah pemilik rumah makan yang berani melaporkan kasus pencurian, sementara sebagian besar warga justru menilai tuduhan ini gegabah. Mereka menilai rekaman CCTV tidak cukup jelas untuk jadi bukti tunggal.
Bagi masyarakat Cimurah, kasus ini sudah bukan sekadar dugaan pencurian, tapi soal martabat dan nama baik keluarga yang terlanjur diseret ke ruang publik tanpa dasar yang kuat.
Kini, publik menanti langkah hukum selanjutnya. Apakah kasus ini akan terbukti sebagai tindak pencurian, atau justru berbalik jadi laporan balik pencemaran nama baik dari pihak keluarga terlapor.
Satu hal yang jelas, kasus ini jadi pelajaran penting: di era digital, viral di medsos bisa jadi pedang bermata dua. Alih-alih menemukan kebenaran, tuduhan yang belum terbukti bisa memicu konflik sosial dan melukai banyak pihak. (***)